TEMPO.CO, Jakarta - Hari ini, Senin 2 Oktober 2023, adalah hari kerja pertama untuk moda transportasi Lintas Rel Terpadu Jakarta, Bogor, Depok, Bekasi atau LRT Jabodebek beroperasi dengan tarif sesuai rute atau jarak. Sejak diresmikan Presiden Joko Widodo pada akhir Agustus lalu, LRT Jabodebek diperkenalkan kepada masyarakat umum lewat pemberlakuan tarif Rp 5 ribu per penumpang untuk segala rute dan jarak.
Mulai kemarin, tarif mengikuti jarak dan rute. Mulai dari Rp 3 ribu yang terdekat sampai Rp 20 ribu yang terjauh. Bagaimana respons masyarakat umum pengguna LRT Jabodebek atas perubahan tarif itu?
Pantauan TEMPO di Stasiun Dukuh Atas, Jakarta Pusat, pada Senin pagi menunjukkan keriuhan warga komuter, termasuk mereka yang baru turun dari rangkaian kereta LRT Jabodebek. Salah satunya adalah Irfan, seorang karyawan kantoran di bilangan Cikini yang tinggal di Cibubur. “Sejak hari kedua LRT Jabodebek diluncurkan Presiden, saya sudah naik," katanya.
LRT Jabodebek diaku menjadi pilihan favorit barunya menggantikan cara transportasi sebelumnya yang mengkombinasikan angkutan umum Bus Transjakarta dan KRL Commuter Line. "Dulu biasanya saya dari cibubur naik Transjakarta ke Cawang lalu pakai KRL,” ujarnya.
Sejak kehadirannya, LRT Jabodebek menjadi pilihan pertama Irfan. Dia juga mengatakan bahwa tarif sesuai jarak yang hingga Rp 20 ribu per penumpang adalah lumrah. “Kalau dibandingkan dengan kemacetan di jalan, ya termasuk wajar apalagi lebih cepat daripada saya pakai Transjakarta lalu disambung KRL,” katanya.
Meskipun begitu, Irfan merasa ada yang perlu ditingkatkan dalam pengoperasian LRT Jabodebek. Menurutnya, jarak menunggu antar keretanya yang sekitar 15 menit masih terlalu lama. "Berhentinya juga lama dan untuk teknologi yang mereka punya, menurut saya mereka tidak terlalu cepat.”
Berbeda dari Irfan, Tasya, mahasiswi sebuah universitas swasta, mengatakan tetap lebih memilih KRL walau sudah mencoba LRT pada hari ini. Tasya adalah warga Kota Bekasi. Perjalanannya dari rumah ke kampus disebutnya lebih efektif jika dia menumpang KRL.
“Karena lebih dekat dengan kampus saya, tarifnya jauh lebih murah, ga perlu transit juga," katanya sambil menambahkan penilaiannya, sebagai mahasiswa, jam operasi LRT Jabodebek yang hanya sampai jam 7, sangatlah kurang.
Meski begitu dia tetap mengapresiasi kehadiran LRT Jabodebek untuk melengkapi transportasi publik lainnya yang sudah ada. "Ini kan juga masih baru ya, jadi masih bisa lebih baik karena saya pribadi merasa tadi ngeremnya kurang enak,” kata Tasya menambahkan.
Wati, seorang ibu rumah tangga dari Bekasi mengaku naik LRT Jabodebek untuk rekreasi dan pengalaman baru. Dia terpukau dengan pengoperasian kereta ringan dengan jalur layang dan dapat melaju otonom itu. “Kalau ditanya tetangga, bisa jawab kalau sudah naik," katanya.
Wati mengaku menyukai perjalanan dengan LRT Jabodebek karena menilai rangkaian kereta dan fasilitasnya bagus. “Walau awalnya bingung karena kursinya keras, sedikit, dan setelah turun bingung naik apa, ke mana, karena biasanya kan kalau naik KRL sudah tahu bisa ke mana, transit di mana,” tuturnya.
LAYLA AISYAH
Pilihan Editor: Dirut Transjakarta Jelaskan Rencana Penerapan Account Based Ticketing