TEMPO.CO, Depok - Ketua Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan atau Panwascam Pancoran Mas, Sugeng Pribadi, mengungkap satu di antara dua potensi kerawanan Pemilu 2024 nanti ada pada penduduk non KTP Depok. Dasarnya adalah pelaksanaan pemutakhiran data untuk pemilu kali ini yang bersifat de jure, bukan de facto seperti saat lima tahun lalu.
"Artinya dalam pemutakhiran mewajibkan adanya bukti surat keterangan, berbeda dengan Pemilu 2019 proses pencocokan dan penelitian (coklit) masih bersifat de facto," kata Sugeng, Kamis, 19 Oktober 2023.
Dia mencontohkan orang yang sudah meninggal bisa langsung dicoret tanpa perlu surat keterangan kematian dalam proses coklit yang dilakukan petugas pemutakhiran daftar pemilih pada Pemilu 2024. Dampaknya bisa lebih besar untuk persoalan besarnya jumlah warga pemilih yang belum ber-KTP Depok tapi sudah berdomisili di Depok.
Di Pancoran Mas, Sugeng menjelaskan, warga seperti itu tersebar di banyak wilayah rumah kontrakan, perumahan baru, juga apartemen. Sugeng mempertanyakan apakah mereka semua bisa mengajukan pindah TPS di wilayah setempat agar hak suaranya bisa tetap tersalurkan dan tidak langsung tercoret.
"Kami sedang memetakan berapa jumlah orang pemilih yang belum ber-KTP Depok yang dasarnya ingin memilih di Depok," kata Sugeng.
Potensi kerawanan lainnya, Sugeng menambahkan, adalah politik uang. Menurutnya, potensi itu besar di lingkungan rumah kontrakan yang banyak tersebar di wilayah Pancoran Mas.
"Sedang kalau soal keamanan dan ketertiban saya pikir dari tahun-tahun sebelumnya relatif aman di Pancoran Mas," katanya.
Di Kecamatan Pancoran Mas akan terdapat 705 tempat pemungkutan suara (TPS) dengan jumlah daftar pemilih tetap (DPT) mencapai 174.877 jiwa. Adapun jumlah pengawas hanya tiga orang. "Perlu pengawasan partisipatif masyarakat," kata Sugeng.
Itu sebabnya dia menggelar acara hari ini, sosialisasi pengawasan partisipatif pada pemilu 2024. Acara itu mengundang 40 peserta, terdiri dari ormas keagamaan, terutama kepemudaan, seperti GP Anshor, Pemuda Muhammadiyah, Gerakan Pemuda Kristen Indonesia (GAMKI), dan Majelis Konghucu Indonesia (Maki).
Selain itu diundang pula perwakilan Karang Taruna dan ibu-ibu PKK, posyandu, serta perwakilan RT/RW setempat.
Menurut Sugeng, dengan adanya pengawasan partisipatif maka diharapkan masyarakat turut aktif melakukan pengawasan di tahapan-tahapan pemilu. "Jadi masyarakat bisa melaporkan ke kami bila ada dugaan pelanggaran, baik yang dilakukan penyelenggara KPU, PPK dan PPS, maupun peserta pemilu sendiri," ucap Sugeng.
Pilihan Editor: Pengemudi Fortuner Arogan di PIK Sudah Dijadikan Tersangka