TEMPO.CO, Jakarta - Sosiolog Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Asep Suryana angkat bicara soal pencabutan Kartu Jakarta Pintar (KJP) Plus terhadap pelajar yang terlibat tawuran dan membawa senjata tajam. Menurut dia, kebijakan itu sudah tepat karena perbuatan pelajar itu sudah tergolong tindak pidana.
"Itu sudah kriminal. Pencabutan KJP memang harus dilakukan," kata Asep saat dihubungi TEMPO, Jumat, 24 November 2023.
Asep mengatakan bahwa langkah ini merupakan cara agar memberi efek jera bagi pelajar yang terlibat tawuran. "Sebagai shock therapy," tuturnya.
Tujuan KJP Plus pun harus disesuaikan dengan perjanjian yang disepakati, yakni untuk keperluan pendidikan. "KJP itu banyak digunakan anak-anak bukan untuk keperluan sekolah."
Pelajar yang bermasalah cenderung memilih untuk membelanjakan uang tanpa memikirkan tujuan. Menurut dia, hal ini terjadi karena kalangan pelajar yang terlibat tawuran berasal dari keluarga dengan standar finansial rendah yang tak begitu peduli pada pendidikan.
"Anak KJP jenis ini biasanya menghabiskan uang untuk beli data internet, rokok, makanan instan, terutama Indomie. Mereka keluarga yang miskin anaknya makan yang enggak bergizi," katanya
Pakar sosiologi itu mengatakan, fenomena ini merupakan bagian dari budaya kemiskinan. "Jadi, cara melihatnya tuh yang pendek-pendek aja. Yang penting kesenangan sesaat," tuturnya.
Padahal fungsi KJP sebenarnya untuk suplemen bagi pelajar selama di sekolah. "Untuk beli baju, buku, ongkos, dan jajanan di sekolah supaya anak-anak bisa fokus sekolahnya," ujarnya.
Meski pencabutan KJP dilakukan terhadap pelajar yang bermasalah, Asep mengingatkan agar Pemerintah Provinsi DKI perlu memikirkan sistem monitoring agar penggunaan KJP tepat. "Anak-anak harus dikasih wawasan soal pentingnya mencari ilmu, bersekolah," katanya.
Pemantauan ini diperlukan karena banyak anak dari keluarga miskin masih menganggap sekolah berperan sebagai hiburan saja. "Kalau di rumah sumpek karena rumahnya kecil, emak-bapaknya bawel. Nah, kalau dia sekolah, dia ketawa-ketawa ketemu temennya, dapat uang saku, jalan-jalan sama temen," jelasnya.
KJP Pelajar Dicabut karena Terlibat Tawuran
Sebelumnya, polisi menangkap AP (17 tahun) dan PAF (17 tahun), dua pelajar yang disangkakan telah menganiaya dengan cara membacok MR (16 tahun) seorang siswa SMK lain dalam tawuran pada Jumat, 10 November 2023.
"Itu sudah ditindaklanjuti oleh sekolah, dengan menyetop KJP-nya," kata Kepala Suku Dinas Pendidikan Wilayah II Jakarta Barat Junaedi saat dihubungi TEMPO, Kamis, 23 November 2023.
Kedua pelajar itu bukan siswa pertama yang dicabut KJP-nya karena tawuran dengan senjata tajam. Ada 7 pelajar lain yang lebih dulu menerima saksi pencabutan KJP.
Kepala Pusat Pelayanan Pendanaan Personal dan Operasional Pendidikan (P4OP) Dinas Pendidikan DKI Jakarta Waluyo Hadi memastikan KJP Plus milik tujuh siswa yang terlibat penodongan celurit ke satpam di kawasan Kalideres, Jakarta Barat telah dicabut. Tujuh siswa itu adalah pelajar di SMK Bhara Trikora, Grogol Petamburan, Jakbar.
“Yang merekomendasikan adalah Kepala SMK Bhara Trikora atas dasar surat tertulis tentang rekomendasi untuk dilakukan pencabutan atau pembatalan,” kata Waluyo pada Rabu, 22 November 2023.
Kepala Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Bhara Trikora Imam Mahdi bersurat kepada Pelaksana tugas (Plt) Dinas Pendidikan DKI Jakarta agar KJP Plus tujuh siswa yang konvoi sambil membawa senjata tajam tersebut dicabut. Surat itu dilayangkan pada 11 November 2023.
Dalam surat tersebut tertera bahwa ketujuh siswa memang telah melakukan pelanggaran dengan membawa senjata tajam sembari berkendara di jalan raya pada 10 November 2023. Aksi ini dinilai mencemarkan nama baik sekolah.
Merespons rekomendasi tersebut, P4OP Dinas Pendidikan DKI telah mengirimkan surat ke Bank DKI Jakarta agar rekening tujuh siswa SMK Bhara Trikora diblokir. “Artinya sudah dinonaktifkan atau dimatikan dan tidak lagi menjadi penerima KJP,” ucap Waluyo.
Dia memastikan tujuh siswa tersebut tidak terdaftar sebagai calon penerima KJP Plus Tahap II Tahun 2023. Apa yang dilakukan pelajar ini melanggar syarat penerima KJP seperti diatur dalam Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Nomor 110 Tahun 2021 tentang Bantuan Sosial Biaya Pendidikan.
“Sanksinya yang paling berat adalah pencabutan atau pembatalan KJP,” ujar Waluyo.
Pilihan Editor: Top 3 Metro: Sejarah Kali Cisadane yang Banjir tanpa Peringatan Dini, DKI Perketat Penerima Dana KJP Plus