TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Bidang Regulasi Majelis Amanah Persatuan Kaum Betawi Zainuddin alias Haji Oding mengusulkan gubernur ditunjuk presiden dalam Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ). Skema ini dinilai memberi peluang besar bagi orang Betawi memimpin Jakarta.
Haji Oding menjelaskan populasi orang Betawi di Jakarta mencapai 27,65 persen. Jumlah itu menjadikan suku Betawi menempati posisi nomor 2 sebagai suku mayoritas di Jakarta setelah Jawa.
Ketua Bamus Suku betawi 1982 itu menilai suku Betawi memiliki kontribusi besar bagi perkembangan Jakarta dan Indonesia. Mulai dari menyumbang kata-kata dalam Bahasa Indonesia yang berasal dari Bahasa Betawi, melahirkan empat pahlawan nasional, dan pembangunan fisik lainnya di Jakarta.
“Sudah waktunya, dong, ada porsi yang adil menempatkan kedaulatan politik untuk putra daerah asli Betawi Jakarta,” kata dia kepada TEMPO pada Jumat, 8 Desember 2023.
Dengan kehadiran putra asli Betawi di pimpinan Jakarta, ia berharap dapat melestarikan dan mewariskan peradaban Betawi kepada generasi mendatang.
Atas dasar ini, ia mengusulkan Jakarta ketika nanti menjadi Daerah Khusus Jakarta dipimpin oleh satu gubernur dan dua wakil yang ditunjuk oleh presiden. Satu dari tiga pemimpin Jakarta itu harus merepresentasikan Masyarakat Betawi.
Usulan itu diungkapkan Haji Oding pada 9 November 2023 saat diundang oleh Badan Legislasi DPR RI untuk membahas draf RUU DKJ. Oleh Baleg DPR, usulan itu diakomodir dan dimasukkan dalam RUU DKJ yang sudah disahkan sebagai inisiatif DPR.
Ketentuan tersebut tertuang dalam Pasal 10 RUU DKJ. Pada pasal itu tertulis Provinsi Daerah Khusus Jakarta dipimpin oleh gubernur dan wakil gubernur. Pada ayat (2) disebutkan gubernur dan wakil gubernur DKJ diangkat dan diberhentikan oleh presiden dengan memperhatikan usul dan pendapat DPRD.
Menurut Haji Oding, model gubernur ditunjuk presiden memberi peluang yang lebih besar bagi orang Betawi memimpin Jakarta dibandingkan melalui pemilihan umum.
Pilihan Editor: Berobat Gratis Cukup Pakai KTP Depok Disebut Cuma Isapan Jempol, Warga Masih Bayar