TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia Corruption Watch atau ICW menilai akan ada banyak kasus korupsi perihal bantuan sosial di masa Pemilu 2024. Hal ini berkenaan dengan gelagat Presiden Joko Widodo alias Jokowi yang membagikan bantuan sosial atau bansos kepada masyarakat seolah menjadi modus umum, sehingga berpotensi ditiru oleh pejabat di daerah.
Dalam catatan ICW, pelbagai bentuk bantuan pemerintah yang disetujui Jokowi akan cair di awal 2024 ini. Misalnya seperti BLT Elnino, Bantuan Pangan Beras, Bantuan Program Keluarga Harapan, hingga Program Indonesia Pintar. Bahkan anggaran bansos dari pemerintah pada 2024 mengalami kenaikan hingga Rp 10 triliun dari tahun sebelumnya, menjadi Rp 157,3 triliun.
Baca Juga:
Menurut dia, berbagai bentuk bansos itu harus ditafsirkan lewat kacamata politik elektoral, karena mengarah kepada upaya pemenangan pasangan calon atau paslon tertentu. "Di masa pemilu, ada banyak sekali potensi pelanggaran dari sisi anggaran sebab ada banyak anggaran (pemerintah) yang digunakan untuk bansos," kata Agus dalam peluncuran Outlook Pemberantasan Korupsi ICW Tahun 2024 di Rumah Belajar ICW, Jakarta Selatan, pada Senin, 29 Januari 2024.
Agus menilai jika penegak hukum tidak bakal menangani kasus korupsi perihal bansos selama masa pemilu ini. Ia mengatakan bahwa kejaksaan dan kepolisian lebih memilih mengambil kebijakan tidak memproses kasus hukum menjelang pemilu karena alasan menghindari politisasi.
"Kebijakan itu patut disesalkan karena justru menjelang pemilu para politisi berupaya mencari pendanaan untuk membiayai aktivitas politiknya untuk meraih suara," ujarnya.
Tak hanya itu, ICW di awal 2024 ini juga memproyeksikan jika potensi korupsi dan pelanggaran fasilitas negara bakal mewarnai Pemilu 2024. Hal ini, kata Agus, atas dasar temuan Pusat Pelaporan Transaksi Keuangan (PPATK) soal transaksi mencurigakan jelang pemilu 2024.
Menurut dia, dengan menurunnya kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta intrik polemiknya, membuat masyarakat tidak bisa berharap banyak kepada komisi antirasuah itu. "Untuk menangani kasus korupsi di masa pemilu, rasanya (masyarakat) tidak akan berharap pada KPK," ujarnya.
Ia mengajak agar publik secara luas mau peduli dan tidak apatis atas segala kesewenang-wenangan, rekayasa hukum, dan politisasi bantuan untuk melanggengkan kekuasaan dinasti politik. "Berat jika harus menyandarkan pemberantasan korupsi kepada KPK dengan situasi saat ini," katanya.
Pilihan Editor: Kabaharkam Fadil Imran Kirim 111 Anggota untuk Pengamanann TPS di Luar Negeri