TEMPO.CO, Jakarta - Eks Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) Melki Sedek Huang menilai ada kejanggalan dalam penanganan kasus kekerasan seksual yang menjeratnya. Dia mengaku hanya sekali dimintai keterangan hingga akhirnya dijatuhkan sanksi skorsing selama satu semester.
"Tidak ada ruang sedikit pun bagi saya untuk menyampaikan keterangan terbarukan, menyampaikan bukti-bukti, dan bahkan tak pernah sekali pun saya diajak untuk memvalidasi bukti-bukti yang ada," kata Melki dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 31 Januari 2024.
Melki menjelaskan bahwa dirinya sempat berharap akan ada pemanggilan lanjutan usai diperiksa oleh Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual Universitas Indonesia (Satgas PPKS UI) pada 22 Desember lalu. Namun, Melki mengaku tak pernah dimintakan keterangan lagi lewat pemanggilan lanjutan.
Ketua BEM UI 2023 itu menghargai sensitivitas isu kekerasan seksual yang menjaga privasi korban. Namun, dia juga menuntut agar dapat mengetahui dengan jelas ihwal rincian proses dari kasus yang menjeratnya. "Setidaknya informasi ini pun sangat penting bagi saya dan keluarga yang selalu bertanya-tanya," tuturnya.
Melki Sedek Huang menjelaskan sangat menghormati nama baik korban yang harus dilindungi. Namun, dia menilai bahwa hak atas nama baiknya tak pernah dilindungi sejak kasus ini bermula.
"Menyebarnya kasus, dokumen-dokumen, dan kabar-kabar tentang kasus ini sejak awal adalah masalah yang membuat saya tak mendapatkan hak-hak tersebut," ujarnya.
Sebelumnya, hasil investigasi Satgas PPKS UI menyatakan Melki Sedek Huang terbukti melakukan kekerasan seksual. Melki dikenakan sanksi administrasi berupa skorsing selama 1 semester.
Hal tersebut tertuang dalam Keputusan Rektor Universitas Indonesia Nomor 49/SK/UI/2024 tentang penetapan sanksi administrasi terhadap pelaku kekerasan seksual atas nama Melki Sedek Huang Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang ditandatangani Rektor UI Ari Kuncoro pada 29 Januari 2024.
Saat dikonfirmasi Kepala Biro Humas dan Keterbukaan Informasi Publik (KIP) Universitas Indonesia (UI) Amelita Lusia membenarkan SK Rektor UI tersebut. Kata dia, untuk melaksanakan fungsinya terkait penanganan kekerasan seksual di lingkungan UI, Satgas PPKS UI mengeluarkan rekomendasi sanksi administratif yang ditetapkan dengan Keputusan Rektor.
"Untuk sampai pada rekomendasi itu merupakan suatu proses panjang yang penuh dengan kecermatan sampai dengan turunnya sanksi," kata Amelita, Rabu, 31 Januari 2024.
Amelita menjelaskan, sanksi skorsing tersebut berlaku sejak SK Rektor ditetapkan tertanggal 29 Januari 2024. "Skor berlaku sejak tanggal SK ditetapkan," ucapnya.
Ketua BEM UI 2023 itu juga dilarang aktif secara formal maupun informal dalam organisasi dan kegiatan kemahasiswaan pada tingkat program studi, fakultas dan universitas. "Berada di lingkungan kampus Universitas Indonesia," bunyi SK Rektor tersebut.
Selama masa skorsing, Melki Sedek Huang wajib mengikuti konseling psikologis, sehingga pelaku diperkenankan hadir/berada di lingkungan kampus Universitas Indonesia hanya pada saat harus menghadiri sesi-sesi konseling/edukasi tentang kekerasan seksual. Laporan hasil konseling yang telah dilakukan pelaku menjadi dasar bagi Rektor Universitas Indonesia untuk menerbitkan surat keterangan bahwa pelaku telah melaksanakan sanksi yang dikenakan.
"Pelaku wajib menandatangani surat pernyataan bermaterai yang menyatakan telah melakukan kekerasan seksual, menerima sanksi yang diberikan, dan tidak akan mengulangi perbuatan tersebut pada siapa pun, kapan pun, dan di mana pun," bunyi SK tersebut.
Sementara itu, Ketua Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual Universitas Indonesia (Satgas PPKS UI) Manneke Budiman belum merespons upaya konfirmasi yang dilakukan TEMPO tentang kasus yang menimpa eks Ketua BEM UI 2023 Melki Sedek Huang.
Pilihan Editor: Sekjen Sema Universitas Paramadina Sebut Whatsapp Melki Sedek Huang Sempat Diretas Sebelum Ramai Skorsing Akibat Kekerasan Seksual