TEMPO.CO, Jakarta - Sebagian kalangan seperti akademisi dan aktivis demokrasi menilai pelaksanaan Pemilu 2024 diwarnai penuh kecurangan.
Dari hasil hitung cepat atau Quick count (QC) menunjukkan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka memenangkan pemilihan presiden.
TEMPO mewawancarai beberapa masyarakat yang tengah melakukan aktivitas car free day di area Bundaran HI sampai Setiabudi, Jakarta, untuk mengutarakan pendapatnya soal hasil quick count.
Seorang pengusaha bernama Wahyudi (38 tahun) asal Ciledug, Kota Tangerang, mengaku tidak puas dengan hasil sementara QC yang kerap ditampilkan baik itu di stasiun televisi swasta maupun melalui pemberitaan online. Menurutnya, hasil perhitungan sementara ini banyak sekali drama dan banyak kecurangan didalamnya. Wahyudi mengaitkan perolehan QC diduga berkaitan dengan Presiden Joko Widodo atau Jokowi, karena ikut andil dalam memuluskan jalan putra bungsu nya, Gibran Rakabuming Raka, untuk maju menjadi kontestan pilpres 2024.
“Ya kalau dari berita kan ketahuan tu banyak kecurangan, penggelembungan suara, udah nggak fair lah. Kalau perlu pemilu ulang aja, ini namanya memberi contoh yang buruk, Jokowi awal pemerintahan bagus tapi makin panjang berkuasa jadi berubah karakternya jadi menghalalkan segala cara buat anaknya,” kata Wahyudi saat saat ditemui TEMPO di kawasan CFD di Bundaran HI, Jakarta Pusat, pada Ahad, 18 Februari 2024.
Hal yang serupa juga dilontarkan oleh Ilham Priyanto, seorang karyawan swasta (32 tahun) bertempat tinggal di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, menyarankan agar QC tidak perlu ditampilkan di berbagai televisi, karena QC bukan dasar dan patokan menentukan kemenangan paslon. “Nggak usah ditampilin di televisi gitu kan orang jadi kebawa opini, oh ini udah pasti menang nih, padahal sementara belum tentu,” jelas Ilham menjelaskan pendapatnya soal hasil sementara QC.
Baik Wahyudi maupun Ilham, sama-sama tidak mempermasalahkan siapa yang nantinya menang, namun yang menjadi masalah dan adanya keributan di masyarakat, karena Komisi Pemilihan Umum atau KPU RI kurang terbuka dan menaggapi suatu kesalahan. “Jadi masyarakat itu nggak caci maki, karena KPU yang punya data real nya jadi mending QC ditiadakan dulu,” kata Wahyudi.
Sejalan dengan itu, TEMPO menemui empat narasumber lain, seluruhnya kompak mengatakan tidak setuju dengan hasil sementara QC karena dianggap tidak masuk akal dan hanya menguntungkan salah satu paslon.
“Nggak puas, masa baru sore tiba-tiba udah ada hasil 56 persen, banyak amat padahal belum semua dan butuh proses lama juga kan,” ucap Siti Mariana (37 tahun) asal Ciracas, Jakarta Timur, saat ditemui, Ahad.
Seorang guru privat bernama Sigit (43 tahun) menjelaskan hasil QC itu merupakan sampel dari 10 persen suara, dan sama sekali tidak mengakomodir seluruhnya. “Jadi menurut saya QC itu bisa menjadi legitimasi bagi salah satu calon yang ‘diuntungkan’ dan harusnya memang tidak usah ditampilkan, cukup untuk pihak internal mereka aja,” kata Sigit.
Salah seorang pasangan suami istri bernama Desi Nurhinzah (45 tahun) dan suaminya Edi Aswandi (68 tahun) asal Bogor yang sedang istirahat sehabis cfd di dekat stasiun MRT Setiabudi, Jakarta Pusat, menyayangkan perbedaan dari hasil manual di Tempat Pemungutan Suara atau TPS dengan hasil C1 di website resmi KPU. “Udah ketahuan nggak bener nya sih, masa paslon 1 dan 3 sudah masukin data itu sesuai nggak bisa di edit, tapi paslon 2 setelah masukin data sesuai dan bisa diedit,” ucap Desi.
Sedangkan suami dari Desi Nurhinzah, yaitu Edi Aswandi mengatakan, ada kesalahan dari awal yang dilakukan oleh salah satu paslon, namun dari pihak KPU tetap memaksakan untuk bergabung dalam pemilu 2024. “Salah satu paslon itu bisa bergabung karena keputusan sepihak, cara dari awal udah nggak bener, mestinya dari awal di stop aja jangan sambil berjalan. Kalau udah gini kan panjang lagi urusannya,” jelas Edi.
Diantara enam narasumber yang berdalih serupa, TEMPO menemui narasumber lain dari kalangan Gen Z bernama Ilham Ramadhan yang baru berusia 20 tahun. Dirinya mengaku cukup puas dengan hasil quick count Pilpres. “Cukup puas, karena saya kebetulan juga dukung Pak Prabowo dan dia baik lah orangnya nanti juga buat yang kalah dikasih jatah menteri,” ucapnya.
Pilihan Editor: Suara Prabowo-Gibran 86 Ditulis 886 di TPS Ciputat Tangsel, Bawaslu: Salah Tulis Saja