TEMPO.CO, Solo - Pengadilan Negeri atau PN Solo telah menjatuhkan putusan atas gugatan yang dilayangkan alumnus Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Ariyono Lestari, kepada Almas Tsaqibbirru selaku tergugat 1, Gibran Rakabuming Raka selaku tergugat 2, dan turut tergugat Komisi Pemilihan Umum KPU. Majelis Hakim PN Solo memutuskan tidak menerima gugatan dengan nomor perkara 283/Pdt.G/2023/PN Skt itu.
Dimintai konfirmasi terkait putusan atas gugatan yang memuat tuntutan ganti rugi senilai Rp 204 triliun tersebut, Pejabat Humas PN Solo Bambang Aryanto membenarkan hal itu. Putusan itu diputuskan melalui e-Court pada Kamis, 22 Februari 2024.
"Kemarin (Kamis, 22 Februari 2024) sudah diambil putusan sela tapi putusan sela itu sudah menjadi putusan akhir untuk perkara 283/Pdt.G/2023/PN Skt. Isi putusan tersebut adalah mengabulkan eksepsi yang diajukan oleh tergugat 2 dan turut tergugat," ujar Bambang saat ditemui awak media di PN Solo, Jawa Tengah, Jumat, 23 Februari 2024.
Dia menjelaskan dalam pengambilan putusan atas perkara itu Majelis Hakim PN Solo mempertimbangkan eksepsi yang diajukan oleh pihak Gibran dan turut tergugat. Dia mengungkapkan eksepsi tersebut di antaranya bahwa PN Solo tidak berwenang untuk mengadili perkara perdata tersebut karena merupakan ranah atau kewenangan dari Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
"Karena terkait dengan substansinya (gugatan) itu sendiri, menyinggung mengenai putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Kemudian juga pada substansinya dalam provisi itu memohon untuk membatalkan atau mendiskualifikasi daripada pencalonan tergugat 2. Jadi memang itu bukan ranah PN Solo melainkan PTUN. Itu pertimbangannya," tutur Bambang.
Saat dimintai kepastian apakah dengan putusan itu sama artinya PN Solo menolak gugatan tersebut, Bambang mengatakan belum.
"Belum. Karena yang dikabulkan itu eksepsinya, keberatannya, belum menyentuh ke pokok materi substansi. Majelis hakim berpendapat daripada bertele-tele dan menyalahi azas peradilan yang cepat, sedehana, dan biaya ringan itu ya maka dikabulkan saja dalam eksepsi itu dan karena secada hukum memang bisa dipertimbangkan," ucap Bambang.
Dia mengatakan bisa saja jika pihak penggugat akan melanjutkan gugatan itu dengan mengajukannya ke PTUN. "Ya kalau mau mengajukan ya bisa diajukan ke PTUN," katanya.
Dia menyatakan di dalam eksepsi juga mempermasalahkan legal standing pihak penggugat. Menurutnya, jika memang penggugat akan melanjutkan gugatannya ke PTUN juga harus memperjelas legal standingnya tersebut untuk bisa memenuhi peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan.
"Ini dengan mempertimbangkan kalau memang dilanjutkan, gugatan itu bisa tidak diterima karena dia (penggugat) juga mengatasnamakan masyarakat yang resah atas adanya yang didalilkan oleh penggugat. Sementara dia selaku pribadi, di dalam permohonannya disebutkan untuk menghukum tergugat sekian triliun itu. Menurut penggugat, untuk diberikan kepada seluruh masyarakat yang dirugikan atas tercederainya demokrasi tersebut." Jika nanti gugatan akan diajukan, menurut Bambang secara hukum itu semestinya berupa class action. Namun, itu juga harus ada surat kuasa untuk mewakili masyarakat.
Saat ditanya kemungkinan penggugat mengajukan upaya banding atas putusan PN Solo itu, Bambang mengatakan itu merupakan hak penggugat. "Karena itu baru tingkat pertama kan. Kalau memang mungkin dari penggugat berbeda pendapat dan akan mengajukan banding ya itu hak mereka," katanya.
Perkara gugatan tersebut tak lepas dari dikabulkannya perkara nomor 90/PUU-XXI/2023, yang diajukan Almas Tsaqibbirru ke Mahkamah Konstitusi (MK) beberapa waktu lalu. Penggugat mempersoalkan Almas yang berstatus sebagai Mahasiswa Negeri Surakarta.
Sementara Gibran digugat lantaran menjadi pihak yang diuntungkan atas dikabulkannya perkara nomor 90/PUU-XXI/2023. Sehingga Gibran bisa maju sebagai cawapres dalam Pilpres 2024.
Penggugat menilai, para tergugat selayaknya mengganti tiap-tiap warga negara sebesar Rp 1 juta dikalikan seluruh jumlah pemilih tetap Pemilihan Umum 2024 yakni sebesar 204.807.222 orang, sehingga totalnya menjadi Rp 204.807.222.000.000. Nilai tersebut diberikan kepada lembaga terkait sebagai anggaran pendidikan kepada seluruh warga masyarakat untuk mendapatkan pencerahan mengenai ilmu kewarganegaraan yang baik.