TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Betty Epsilon menjadi saksi dalam kasus dugaan pelanggaran pemilihan umum atau Pemilu 2024 oleh PPLN Kuala Lumpur. Kasus ini menyeret 6 anggota dan 1 bekas anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Kuala Lumpur.
Betty menjadi saksi dalam prosedur, tata cara, mekanisme Pemilu 2024. "Bagaimana pemutakhiran data pemilih dilakukan sampai penetapan DPT (daftar pemilih tetap)," tutur Betty saat ditemui di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin, 18 Maret 2024.
Komisioner KPU itu menjelaskan, dasar hukum yang dipakai untuk pemutakhiran data pemilih, baik di Pemilu 2019 maupun 2024 adalah Peraturan KPU Nomor 7 tahun 2022 juncto PKPU Nomor 7/2023 dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. DP4 itu didapat dari pemerintah dalam negeri maupun luar negeri.
DP4 itu yang kemudian ditetapkan sebagai daftar pemilih hasil pemutakhiran (DPHP). Selanjutnya ditetapkan sebagai daftar pemilih sementara (DPS) setelah mendapatkan masukan dan tanggapan dari masyarakat. "Setelah pencocokan dan penelitian (coklit) tadi, lalu kami menetapkan hasil DPS dari perbaikan tadi, untuk kami tetapkan menjadi daftar pemilih tetap," tutur dia.
Ketua Divisi Data dan Informasi KPU itu mengatakan, DPT itu bisa diperbaiki. DPT yang ditetapkan dari Juni 2023 bisa diubah sampai hari pemungutan suara. Perubahan itu terjadi saat diketahui ada pemilih yang meninggal, menjadi tahanan Polri, atau pindah memilih. Berikutnya pemilih itu harus ditandai apakah dia meninggal atau pindah memilih dengan melampirkan bukti otentik.
"Jadi tadi kami sampaikan mekanismenya sesuai peraturan perundang-undangan," tutur dia.
Enam terdakwa anggota PPLN Kuala Lumpur itu, yakni Ketua PPLN Kuala Lumpur Umar Faruk; anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi Keuangan Tita Octavia Cahya Rahayu; anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi Data dan Informasi Dicky Saputra, dan angggota PPLN Kuala Lumpur Divisi SDM Aprijon.
Ada pula anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi Sosialisasi Puji Sumarsono, dan anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu Khalil, serta eks anggota PPLN Masduki Khamdan Mochammad.
Masalah ini muncul setelah ditemukan berbagai problem dalam DPT pemilih di Kuala Lumpur. Setelah masalah ini muncul Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) merekomendasikan untuk pemungutan suara ulang (PSU).
Sebelumnya, kekisruhan ini bermula dalam penyusunan daftar pemilih luar negeri di Kuala Lumpur. Para terdakwa selaku anggota PPLN setempat menerima Data Penduduk Potensial Pemilih atau DP4 dari KPU dengan jumlah 493.856 pemilih untuk dilakukan coklit.
Dari DP4 tersebut, daftar pemilih yang berhasil dilakukan coklit oleh pantarlih hanya sebanyak 64.148 pemilih. Kemudian, pada 5 April 2023 dilakukan rapat pleno penetapan DPS. Pleno tersebut diwarnai perdebatan karena perwakilan partai politik protes daftar pemilih yang tercoklit hanya sedikit dari jumlah keseluruhan DP4.
PPLN Kuala Lumpur kemudian memutuskan data DP4 yang belum tercoklit dijadikan DPS, dikurangi data tidak memenuhi syarat atau TMS, ditambah dengan yang dicoklit, sehingga hasil akhir yang ditetapkan menjadi DPS adalah 491.152 pemilih.
“Hal tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku karena penetapan DPS harus berdasarkan data hasil coklit yang telah diverifikasi,” kata jaksa dalam sidang perdana, seperti dikutip Antara.
Setelah DPS ditetapkan, data DPS disebut seharusnya diumumkan di Kantor Perwakilan RI di Kuala Lumpur selama 14 hari untuk mendapatkan tanggapan dari masyarakat. Tapi, anggota PPLN itu hanya mengumumkan data DPS di story dan feed media sosial Facebook. Dari sini tidak ada masukan dan tanggapan dari masyarakat.
Kemudian, PPLN Kuala Lumpur melakukan perbaikan data DPS untuk direkapitulasi menjadi DPSHP. Namun perbaikan hanya didasarkan pada masukan dari partai politik yang tidak berdasarkan data yang valid.
Dalam rapat pleno terbuka pada 12 Mei 2023, jumlah DPS yang ditetapkan menjadi DPSHP adalah 442.526 pemilih, dengan rincian metode TPS 438.665 pemilih, Kotak Suara Keliling (KSK) 525 pemilih, dan Pos 3.336 pemilih.
Selanjutnya, pada 21 Juni 2023, dilakukan rapat pleno terbuka yang dihadiri oleh seluruh anggota PPLN, perwakilan partai politik, Panwaslu, dan perwakilan Kedutaan Besar RI.
Dalam rapat tersebut perwakilan Partai NasDem, Perindo, Demokrat, dan Gerindra meminta penambahan 50 persen untuk komposisi Pos, 20 persen atau maksimal 30 persen untuk TPS, dan sisanya KSK. Namun, rapat diskors karena terjadi kebuntuan.
Saat rapat diskors, perwakilan partai politik tersebut melobi para terdakwa, kecuali terdakwa Masduki yang telah mengundurkan diri, untuk meminta agar metode KSK ditambah 30 persen.
Rapat itu memutuskan bahwa komposisi DPT KSK menjadi 67.945 dari semula 525 pemilih, DPT POS menjadi 156.367 dari semula 3.336 pemilih, sementara TPS LN menjadi 222.945. Sehingga, DPT PPLN Kuala Lumpur adalah 447.258 pemilih.
Pilihan Editor: Selama Januari-Maret, Kejaksaan Tinggi Sumut Sudah Menuntut Hukuman Mati 22 Pengedar Narkoba