TEMPO.CO, Jakarta - Migrant CARE mengungkapkan Tindak Pidana Perdagangan Orang atau TPPO di dunia pendidikan bukan kasus baru. Baru saja terkuak program magang Ferienjob di Jerman. Namun sindikat ini pernah menyasar siswa sekolah menengah kejuruan atau SMK.
"Dulu sindikat TPPO menyasar anak-anak SMK dengan program bursa kerja khusus yg bekerja sama denga sebuah perusahaan penempatan pekerja migran ke Malaysia," kata Koordinator Bantuan Hukum Migrant CARE, Nurharsono, dalam keterangan tertulis, Senin, 25 Maret 2024.
Pada saat itu program bursa kerja khusus, kata Nurharsono, membuat para pelajar Indonesia pelajar tersebut tereksploitasi di Malaysia. Kini muncul modus Ferienjob yang menyasar 33 perguruan tinggi. "Dengan aktornya melibatkan guru besar," tutur dia.
TPPO, menurut dia, yang dikemas dengan program magang di negara maju akan membuat banyak mahasiswa tertarik. "Dan menjadi makanan empuk bagi sindikat TPPO," tutur Nurharsono, menjelaskan modus Ferienjob yang kini tengah diusut Badan Reserse Kriminal Polri itu.
Nurharsono, menjelaskan penyebab kasus ini bisa merambah banyak mahasiswa akibat sejumlah faktor. Pertama, minimnya sosialisasi dari pemerintah terkait bahaya TPPO. Kedua, lemahnya pengawasan dari pihak kementerian terkait. "Saat ini pengawasan masih jadi satu dengan pengawasan ketenagakerjaan," katanya.
Ketiga, lemahnya penegakkan hukum. Kempat, lemahnya diplomasi dengan negara tujuan. "Kempat faktor tersebut yang berkontribusi besar maraknya TPPO," ucap Nurharsono.
Bareskrim menetapkan lima orang tersangka kasus perdagangan orang dengan modus Ferienjob. Kelima tersangka itu, yakni guru besar Universitas Jambi Sihol Situngkir; dua dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) AJ (52 tahun) dan MZ (60); warga negara Indonesia yang masih berada di Jerman atau petinggi PT Sinar Harapan Bangsa (PT SHB) dan PT CVGEN, ER alias EW (39) dan A alias AE (37).
Pilihan Editor: Korban Dugaan TPPO Mahasiswa Indonesia Magang di Jerman Disebut Banyak yang Belum Buka Suara