TEMPO.CO, Jakarta - Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atau PN Jaksel menolak permohonan praperadilan dari Crazy Rich Surabaya, Budi Said terkait penetapannya sebagai tersangka dalam dugaan korupsi penjualan emas dan logam mulia PT Aneka Tambang (Antam) oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).
Keputusan perkara praperadilan yang diumumkan pada Senin, 18 Maret 2024, sekitar pukul 14.00 WIB, menyatakan bahwa “permohonan praperadilan pemohon tidak dapat diterima dan pemohon dibebani biaya perkara sebesar nihil," kata hakim praperadilan Lusiana Amping dalam sidang di PN Jaksel.
Kuasa hukum Budi Said, Indra Sihombing, menyatakan bahwa permohonan kliennya tidak dapat diterima karena objek yang diajukan tidak termasuk dalam Pasal 77 KUHAP, yang mencakup hal-hal seperti keberatan atas penetapan sah atau tidaknya suatu perkara, penyitaan, dan penggeledahan.
Indra menekankan bahwa fokusnya adalah pada proses penyidikan karena dianggap sebagai rangkaian yang tidak bisa dipisahkan. Menurutnya, jaksa tidak tepat menetapkan Budi Said sebagai tersangka tanpa adanya penyelidikan dan penyidikan yang memadai.
Meskipun demikian, Indra menerima keputusan hakim dan menyatakan bahwa upaya selanjutnya adalah membela kliennya dalam persidangan mengenai substansi perkara.
Kronologi kasus korupsi penjualan emas dan logam mulia PT Antam
Sebelumnya, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Kejagung) Kuntadi menyatakan bahwa penetapan tersangka terhadap Budi Said berlaku sejak Kamis, 18 Januari 2024.
Kasus jual beli emas antara Budi Said dan PT Aneka Tambang Tbk (Persero) atau Antam telah berlangsung sejak 2018. Sengketa ini telah melalui proses persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya hingga ke Mahkamah Agung (MA).
MA memutuskan bahwa Antam harus membayar ganti rugi kepada Budi Said sebesar 1,1 ton emas atau senilai Rp 1,1 triliun, dengan menggunakan harga emas terkini sebagai patokan.
Menurut Kuntadi, tersangka diduga bersama empat rekannya, beberapa di antaranya adalah pegawai PT Antam, melakukan pemufakatan jahat untuk memanipulasi transaksi jual beli emas Antam pada periode Maret-November 2018.
Pemufakatan tersebut dilakukan dengan menetapkan harga jual emas Antam di bawah harga yang telah ditetapkan oleh PT Antam, seolah-olah memberikan diskon, padahal pada kenyataannya tidak ada diskon dari PT Antam.
Untuk menutupi transaksi tersebut, para pelaku menggunakan pola transaksi di luar mekanisme yang telah ditetapkan, sehingga PT Antam tidak dapat mengontrol jumlah logam mulia dan uang yang ditransaksikan.
Sebagai akibatnya, terdapat selisih yang signifikan antara jumlah uang yang diberikan oleh Budi Said dan jumlah logam mulia yang diserahkan oleh PT Antam. Untuk menutupi selisih ini, para pelaku membuat surat yang diduga palsu, yang pada intinya menyatakan bahwa PT Antam masih kurang menyerahkan logam mulia kepada Budi Said sebagai pembeli.
Hal ini menyebabkan PT Antam mengalami kerugian senilai 1.136 Kg emas logam mulia atau setara Rp 1,1 triliun. Pada tahun 2018, Budi melaporkan kekurangan penyerahan emas sebanyak 1,1 ton tersebut ke kepolisian. Setelah setahun proses peradilan, pada 13 Januari 2021, gugatan Budi Said di PN Surabaya dengan nomor perkara 58/Pdt.G/PN Sby dimenangkan oleh Budi.
Namun, pada 19 Agustus 2021, melalui keputusan nomor perkara 371/PDT/2021 PT Sby, Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya membatalkan putusan PN Surabaya, menolak gugatan Budi Said, dan memenangkan Antam. Tidak puas dengan keputusan ini, Budi mengajukan kasasi, yang akhirnya dikabulkan oleh Mahkamah Agung.
ANANDA BINTANG I BAGUS PRIBADI I RADEN PUTRI
Pilihan Editor: Hakim PN Jaksel Tolak Praperadilan Crazy Rich Surabaya Budi Said