TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK mengimbau pegawai negeri dan penyelenggara negara menolak gratifikasi menjelang perayaan Hari Raya Idul Fitri 2024. “Pentingnya mencegah korupsi khususnya melalui pengendalian gratifikasi terkait hari raya keagamaan atau perayaan hari besar lainnya,” kata Juru bicara KPK bidang pencegahan, Ipi Maryati, dalam keterangannya, Selasa, 26 Maret 2024.
KPK telah menerbitkan Surat Imbauan Nomor 1636/GTF.00.02/01/03/2024 tentang Imbauan terkait Surat Edaran Pencegahan dan Pengendalian Gratifikasi di Hari Raya. Melalui surat itu, kata Ipi, KPK mengingatkan para penyelenggara negara dan pegawai negeri untuk menolak gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.
Menurut Ipi, permintaan dana dan/atau hadiah sebagai tunjangan hari raya (THR) atau dengan sebutan lain oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara, baik secara individu maupun atas nama institusi merupakan perbuatan yang dilarang. “Tindakan itu dapat menimbulkan konflik kepentingan, bertentangan dengan peraturan dan kode etik, serta memiliki risiko sanksi pidana,” ujarnya.
Ipi menuturkan, KPK juga mengimbau kepada pimpinan kementerian/lembaga/pemerintah daerah dan BUMN/BUMD agar melarang penggunaan fasilitas dinas untuk kepentingan pribadi. Fasilitas dinas seharusnya hanya digunakan untuk kepentingan terkait kedinasan.
“Pimpinan kementerian/lembaga/pemerintah daerah dan BUMN/BUMD juga diharapkan menerbitkan imbauan secara internal untuk pegawai di lingkungan kerjanya agar menolak gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan tugasnya,” katanya.
Ia menuturkan, apabila terdapat permintaan gratifikasi, suap, atau pemerasan oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara, KPK mengimbau masyarakat agar segera melaporkannya kepada aparat penegak hukum atau pihak berwenang.
“Jika karena kondisi tertentu, pegawai negeri atau penyelenggara negara tak dapat menolak gratifikasi, maka wajib melaporkan kepada KPK paling lambat 30 hari kerja sejak gratifikasi diterima,” katanya.
Pilihan Editor: Kasus Gazalba Saleh, KPK Periksa 2 Hakim Agung MA soal Musyawarah Perkara KM 50