TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat pendidikan Bukik Setiawan menilai, kasus ferienjob yang menyeret ribuan mahasiswa merupakan modus Tindak Pidana Perdagangan Orang atau TPPO, merupakan kasus yang memperlihatkan perguruan tinggi tidak berhati-hati dalam melibatkan mahasiswa dalam program pendidikan.
Menurut Bukik, ferienjob merupakan kasus yang memprihatinkan. "Kampus sebagai lembaga tidak hati-hati melakukan kerja sama sehingga membuat mahasiswanya menjadi korban," kata Bukik kepada Tempo, melalui aplikasi perpesanan, Selasa, 26 Maret 2024.
Baca Juga:
Kasus fereinjob ini muncul di Jerman. Korbannya adalah mahasiswa dari 33 kampus di Indonesia. Badan Reserse Kriminal Polri menetapkan lima orang sebagai tersangka dalam kasus perdagangan orang. Tersangka itu terdiri dari tiga perempuan dan dua pria. Tempo mewawancarai beberapa korban. Pengakuan mereka hampir seragam, pekerjaan tak sesuai jurusan di kampus, pemutusan kerja sepihak, dan pemotongan gaji.
Tersangka perempuan adalah ER alias EW (39 tahun), A alias AE (37), dan AJ (52). Sedangkan laki-laki berinisial AS (65) dan MZ (60). Dua dari lima tersangka saat ini masih berada di Jerman (ER dan A). Beberapa dari tersangka merupakan pihak kampus.
Menurut Bukik, kasus Ferienjob menunjukkan banyak kampus memiliki kelemahan dalam proses pengambilan keputusan. Pertama, halo effect, kecenderungan mengambil keputusan berdasarkan pesona seorang tokoh yang sebenarnya tidak menguasai urusan yang diputuskan.
Kedua, overconfidence bias, kecenderungan memiliki keyakinan terhadap kemampuan diri yang terlalu berlebihan, sehingga mengurangi upaya melakukan verifikasi. Ketiga, groupthink, kecenderungan berpikir seragam dalam mengambil keputusan. "Bila keputusan sudah diputuskan oleh seseorang terutama pemimpin pasti akan diikuti oleh anggota lain," ucap Bukik.
Pilihan Editor: Soal Magang Mahasiswa ke Jerman, Menko PMK: Belum Ditemukan Kasus Penyiksaan, Penyekapan dan Eksploitasi