TEMPO.CO, Jakarta - Mahasiswa Universitas Halu Uleo Asep Jumawal menyatakan setuju bahwa ferienjob dengan modus magang di Jerman merupakan Tindak Pidana Perdagangan Orang atau TPPO. Kasus ini menyeret ribuan mahasiswa di 33 kampus di Indonesia.
"Masuk akal, karena kami dipermainkan. Dipekerjakan di kerja kasar," kata Asep kepada Tempo melalui sambungan telepon, Selasa, 26 Maret 2024. Menurut Asep, seharusnya proses magang mahasiswa bekerja di bidang keilmuannya.
Sebab itu, pria 22 tahun itu menyimpulkan bahwa kedatangan mahasiswa di Jerman bukan mengikuti program magang. Tapi sebagai pekerja biasa. "Dieksploitasi. Karena (tenaga mahasiswa) diperdagangkan," tutur dia. Dia mengaku kecewa lantaran kedatangannya di Jerman sebagai pekerja kasar.
Asep tiba di Jerman pada 10 Oktober 2023. Keesokan harinya ia langsung diterima bekerja. Dia bekerja di perusahaan logistik. Perusahaan ini menempati sebuah gedung bekas gudang perusahaan tekstil yang menampung pakaian. Gedung itu dipakai sebagai tempat Mode Logistic, lokasi kerja Asep dan sejumlah mahasiswa ferienjob lainnya di Poensgenstraße 27, di Langenfeld.
Pertama kali bekerja, Asep bertugas sebagai helper. Namun pekerjaan yang dilakoni setiap saat membersihkan isi gedung itu. Mereka memindahkan lemari, kursi, meja. Mengangkut berbagai jenis sampah, dari organik sampai nonorganik. Hanya sekali ia diberi tugas membereskan instalasi gedung.
Pekerjaan instalasi di gedung itu membuat Asep sedikit percaya diri. Karena itu bidang dia di jurusan. Dia memang mahasiswa Fakultas Teknik, yang punya konsentrasi teknik elektro. Setelah instalasi beres, dia kembali pada pekerjaan awal. Asep seperti "mengutuk" dirinya setelah bergulat di Jerman.
"Kenapa saya harus angkat beginian. Saya seorang mahasiswa, seharusnya saya bisa mencari pengalaman baru," tutur Asep, yang mulai berangkat dari kampus sejak 16 Agustus 2023. Semangat Asep berubah setelah diperhadapkan dengan pekerjaan yang ia sebut sebagai buruh kasar. "Kalau saya tahu, tidak mungkin saya berangkat," tutur Asep.
Mahasiswa semester delapan itu bercerita, dosen yang mengetahui dia berangkat ke Jerman berharap ia bisa menimba ilmu baru supaya bisa dibawa kembali ke kampus. Apalagi, kata dia, di Eropa yang merupakan negara maju dan berkembang. Namun justru dia dipekerjakan sebagai helper. "Tapi mau diapakan? Mungkin Tuhan sudah atur," tuturnya.
Dengan suara pelan dan melambat, Asep bercerita mendapatkan pertanyaan dari ketua jurusan tentang kegiatannya di Jerman. Namun ia cukup bercerita bahwa perjalanan "magang" itu lancar. "Saya bilang aman, sesuai profesi saya. Karena malu saya sembunyikan. Kayak jadi beban gitu," ujarnya.
Dia bercerita para mahasiswa memilih bertahan di Jerman karena sudah mengeluarkan banyak duit. Pengeluaran itu seperti biaya pendaftaran, pengiriman dokumen, visa, tiket, dan biaya makan selama di perjalanan. Asep menghitung jumlah rupiah yang dihabiskan untuk mengikuti program ini senilai puluhan juta. "Hampir Rp 50-an juta," ucapnya. Dia sendiri mengutang biaya tiket sebesar Rp 23 juta.
Nasib Asep sama seperti mahasiswa korban ferienjob lainnya. Dia mengalami pemutusan kerja sepihak. Dia sempat mendapatkan pemutusan kerja sepihak oleh Brisk. PHK itu sempat menemui manajer di Brisk mempertanyakan pemutusan kontrak. Di sana mereka justru mendapatkan jawaban bahwa perusahaan lain sudah tak menerima pekerja.
Saat itu Asep dan teman-temannya dari Universitas Tadulako, Universitas Jambi, dan Universitas Negeri Jakarta sempat menemui orang Brisk. Oleh seorang pria, mereka disuruh menandatangani surat pemutusan kontrak. "Saat baca surat itu, tertulis pemutusan kontrak itu atas permintaan mahasiswa. Kami suruh ganti atas kesepakatan dua pihak," ujarnya.
Tak ada titik terang, Asep dan kawannya yang terdiri atas lima orang lainnya kembali. Mereka langsung pulang dan meninggalkan apartemen atas permintaan Brisk. Dari situ, Asep langsung bertolak menuju apartemen temannya di Munchener Str. 128, Findorf, Bremen. Dia berdiam diri di situ tanpa pekerjaan hampir sebulan sebelum pulang ke Indonesia menumpang pesawat Etihad.
Dia mengatakan, mahasiswa ferienjob dari Fakultas Teknik tak ada yang mau menceritakan pekerjaan mereka di Jerman. Namun kepada yuniornya di perguruan tinggi itu berkeinginan seperti Asep. "Adik-adik saya di kampus pengin ke sana," tutur dia. Namun Asep bercerita seadanya tentang perjalanan sebenarnya kerja di Jerman. "Saya kasian sama generasi di bawah nanti," ucap dia.
Pilihan Editor: Enik Waldknig, Bos SHB Tersangka Dugaan TPPO Magang Jerman Asal Madiun, Diduga Tukang Atur Mahasiswa