TEMPO.CO, Jakarta - Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menilai langkah Polda Metro Jaya menghentikan penyidikan kasus dugaan penyebaran berita bohong oleh Aiman Witjaksono adalah langkah yang sudah seharusnya dilakukan kepolisian. ICJR justru mempertanyakan mengapa kasus ini sempat naik ke penyidikan.
Kasus Aiman yang bermula dari pernyataannya bahwa polisi tidak netral dalam Pemilu 2024, dinaikkan ke tahap penyidikan oleh pihak Polda Metro Jaya, dan sudah mendapat perlawanan melalui proses praperadilan.
Aiman mengugat penyitaan telepon genggam pribadinya karena dinilai cacat hukum. Ihwal penghentian penyidikan, Polda Metro Jaya juga tidak menjelaskan alasan lebih lanjut selain alasan demi hukum.
Peneliti ICJR, Johanna Poerba menjelaskan, sejak awal isi dari konten yang disebarkan oleh Aiman terkait netralitas Aparat Penegak Hukum (APH) dalam pemilu 2024 lalu adalah bentuk kritik yang seharusnya diterima oleh pihak APH.
Menurutnya, tindakan penyidik Polda Metro Jaya yang melanjutkan kasus ini bahkan hingga melakukan penyitaan telepon genggam dengan cara tidak sesuai dengan pasal 38 KUHAP menunjukkan sikap antrikritik. “Seakan menujukkan sikap anti kritik,” jelas Johanna dalam siaran pers, Kamis, 28 Maret 2024.
Ia juga menilai meski penyidikan kasus Aiman resmi diberhentikan, sikap yang diambil oleh kepolisian seakan ditujukan untuk menimbulkan iklim ketakutan atau ‘chilling effect,’ karena dapat menimbulkan ketakutan bagi masyarakat yang ingin menyuarakan gagasan atau kritik demi perbaikan lembaga negara, pejabat, maupun pemerintahan.
Selain itu, lanjut Johanna, penghentian penyidikan kasus Aiman sejalan dengan pencabutan Pasal 14 dan 15 UU nomor 1 tahun 1946 melalui Putusan Mahkamah Konstitusi No. 78/PUU-XXI/2023, mengenai berita bohong, berita yang dilebih-lebihkan yang berpotensi subjektif atau tidak jelas tolak ukurnya.
Keberadaan pasal ini, katanya, dapat menimbulkan ketidakpastian hukum dan dapat digunakan untuk mengkriminalisasi jurnalis maupun masyarakat yang menggunakan hak berekspresi dan berpendapat.
ICJR juga mendorong agar pihak kepolisian untuk melakukan pembinaan internal kepada jajarannya untuk tidak membuka peluang penggunaan pasal-pasal pidana karena tidak mendapat kebebasan berpendapat, berekspresi, serta berpeluang membunuh demokrasi.
Terakhir, ICJR juga mendorong agar pihak Penegak Hukum harus menghentikan proses pidana kasus-kasus yang masih berjalan dan diproses dengan dasar Pasal 14 dan 15 undang-undang nomor 1 tahun 1946, seperti kasus Rocky Gerung atas pernyataannya terkait kepergian Presiden Joko Widodo ke Cina dan IKN dan Palti Hutabarat yang mengunggah rekaman suara tentang dukungan pejabat terhadap salah satu calon presiden.
Pilihan Editor: Polda Metro Jaya Resmi Hentikan Kasus Aiman Witjaksono