TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla alias JK mengatakan untung dan rugi dalam sebuah Badan Usaha Milik Negara atau BUMN merupakan fenomena wajar. Dia menyebut menghukum Direktur Utama dalam perusahaan di bawah BUMN karena rugi berbahaya bagi keberlangsungan sistem.
“Kalau semua perusahaan rugi harus dihukum, maka seluruh BUMN Karya harus dihukum, ini bahayanya. Kalau Dirut Pertamina dihukum, kita bertindak terlalu menganiaya. Ini bahaya, orang tidak mau bekerja di perusahaan negara, tidak ada lagi orang berani berinovasi,” kata JK saat menjadi saksi meringankan terdakwa korupsi pengadaan gas alam cair atau liquefied natural gas atau LNG oleh bekas Direktur Utama Pertamina Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis, 16 Mei 2024.
JK menyebut perusahaan negara seperti Pertamina wajar apabila rugi saat menjalankan bisnis, termasuk LNG. Potensi rugi itu, kata JK, terjadi karena banyak faktor, salah satunya saat pandemi covid-19 pada 2020 silam.
Selain itu, JK mengaku bingung karena Karen Agustiawan menjadi terdakwa dugaan korupsi pengadaan gas alam cair atau liquefied natural gas atau LNG. JK mengatakan saat menjabat sebagai Direktur Utama, Karen hanya menjalankan tugas dari presiden untuk memenuhi pasokan cadangan energi di atas 30 persen.
“Saya juga bingung kenapa dia terdakwa, karena di menjalankan tugasnya. Instruksi dari presiden ke Pertamina. Instruksinya harus dipenuhi di atas 30 persen. Saya ikut membahas hal ini kebetulan saya di pemerintah waktu itu,” kata JK menanggapi pertanyaan Majelis Hakim tentang penyebab Karen menjadi terdakwa.
JK hadir sebagai saksi dalam sidang kasus dugaan korupsi pengadaan gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) dengan terdakwa Bekas Direktur Utama Pertamina Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan. JK tampak hadir di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Kamis, 16 Mei 2024 pukul 10.00 sesuai jadwal agenda persidangan.
JK tampak mengenakan batik putih berkelir hitam. Dirubung awak media, JK tak banyak bicara usai tiba di pengadilan. Dia langsung ngeloyor ke ruang tunggu.
Bekas Direktur Utama PT Pertamina (Persero) periode 2009-2014 Karen Agustiawan didakwa merugikan negara sebesar 113,84 juta dolar Amerika Serikat (AS) atau setara dengan Rp 1,77 triliun akibat dugaan korupsi pengadaan LNG di Pertamina pada tahun 2011—2014.
Dakwaan tersebut berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI dalam rangka penghitungan kerugian negara atas pengadaan LNG perusahaan Amerika Serikat, Corpus Christi Liquefaction LLC (CCL) pada Pertamina dan instansi terkait lainnya Nomor: 74/LHP/XXI/12/2023 tanggal 29 Desember 2023.
Selain itu, Karen didakwa memberikan persetujuan pengembangan bisnis gas pada beberapa kilang LNG potensial di AS tanpa adanya pedoman pengadaan yang jelas dan hanya memberikan izin prinsip tanpa didukung dasar justifikasi, analisis secara teknis dan ekonomis, serta analisis risiko.
Karen Agustiawan juga disebut tidak meminta tanggapan tertulis kepada Dewan Komisaris Pertamina dan persetujuan rapat umum pemegang saham (RUPS) sebelum penandatanganan perjanjian jual beli LNG CCL Train 1 dan Train 2, serta memberikan kuasa kepada Yenni Andayani selaku Senior Vice President (SVP) Gas and Power Pertamina 2013—2014 dan Hari Karyuliarto selaku Direktur Gas Pertamina 2012—2014.
Pilihan Editor: Bersaksi di Pengadilan Tipikor, Jusuf Kalla Bingung Karen Agustiawan Bisa Jadi Terdakwa Korupsi Pengadaan LNG