TEMPO.CO, Jakarta - Bekas Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Emirsyah Satar dituntut 8 tahun penjara dalam perkara korupsi pengadaan pesawat Bombardier CRJ-1000 dan ATR 72-600.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Emirsyah Satar dengan pidana penjara selama delapan tahun," kata jaksa penuntut umum dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat pada Kamis, 27 Juni 2024.
Ini adalah perkara korupsi kedua yang menjerat Emirsyah Satar. Dalam perkara pertama, dia tersandung suap pengadaan mesin Rolls-Royce untuk pesawat Airbus milik Garuda Indonesia.
Jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Agung yang dipimpin oleh Triyana Setiaputra menuntut majelis hakim agar menyatakan Emirsyah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana Pasal 2 ayat (1) Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Selain itu, JPU juga meminta majelis hakim agar menjatuhkan pidana denda sebesar Rp 1 miliar. Jika denda tidak dibayar, ujar Triyana, diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.
"Menjatuhkan pidana tambahan kepada Emirsyah Satar untuk membayar uang pengganti sebesar US$ 86.367.019 (sekitar Rp 1,4 triliun berdasarkan kurs hari ini)," ucap jaksa penuntut umum.
Jika Emirsyah tak membayar pidana uang pengganti itu dalam kurun waktu 1 bulan setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap, jaksa penuntut umum meminta harta benda terdakwa dapat disita. Sehingga harta benda itu dapat dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.