Emirsyah Satar juga memerintahkan Setijo Awibowo dan Adrian Azgar membuat feasibility study atau studi kelayakan pengadaan Pesawat Sub100 seater tipe jet kapasitas 90 tempat duduk yang belum ditetapkan dalam RJPP, serta tidak dilengkapi dengan Laporan Hasil Analisa Pasar dan Laporan Hasil Analisa Kebutuhan Pesawat.
Menurut jaksa, Emirsyah Satar juga memerintahkan Sutijo Awibowo, Agus Wahjudo, Albert Burhan dan Adrian Azgar selaku tim pengadaan, mengubah kriteria pemilihan dalam pengadaan pesawat jet Sub-100 dari pendekatan Analytical Hierarchy Process (AHP) menjadi pendekatan economic sub kriteria NVP (Net Value Present) dan Route Result, tanpa persetujuan dari Board Of Direction (BOD) untuk memenangkan pesawat bombardir dalam pemilihan armada di PT Garuda Indonesia Tbk.
Jaksa mengatakan Emirsyah bersama-sama dengan Agus Wahjudo dan Hadinoto Soedigno selaku Direktur Teknik PT Garuda Indonesia dan merangkap sebagai Direktur Produksi pada PT Citilink Indonesia, melakukan persekongkolan dengan Soetikno Sudarjo selaku Commercial Advisor Bombardier dan ATR.
Persekongkolan itu untuk memenangkan Bombardier dan ATR dalam pemilihan pengadaan pesawat pada PT GA, meskipun pesawat jenis itu tidak sesuai dengan konsep bisnis PT Garuda Indonesia sebagai perusahaan penerbangan yang menyediakan layanan full service.
Jaksa juga menyebut Emirsyah Satar bersama-sama dengan Direksi PT Citilink Indonesia, yakni Albert Burhan, M. Arif Wibowo, dan Hadinoto Soedigno memberikan persetujuan untuk pengadaan pesawat turbo propeller tanpa adanya feasibility study yang memadai, serta belum ditetapkan dalam RJPP maupun RKAP. Adapun tipe pesawat tersebut tidak sesuai dengan sisi pelayanan low cost carier Citilink Indonesia yang kemudian dalam pengadaanya diambil alih oleh PT Garuda Indonesia.
Menurut jaksa, Emirsyah Satar bersama dengan Albert Burhan melakukan pembayaran pre-delivery payment atau PDP pesawat CRJ-1000 kepada Bombardier sebesar US$ 33.916.003,80. Padahal mekanisme pengadaan CRJ-1000 dilakukan secara sewa.
Pilihan Editor: Perputaran Uang Judi Online Tembus Rp 600 Triliun, Bandar Masih 'Aman' di Luar Negeri