TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) telah menerima permohonan perlindungan langsung dari dua saksi dalam kasus guru honorer Supriyani di Kecamatan Baito, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Hal tersebut diungkapkan oleh Wakil Ketua LPSK Sri Suparyati.
“LPSK menerima permohonan langsung dari dua saksi pihak Supriyani dan korban. Yang korban ini pengajuannya lewat KPAI ke LPSK,” kata Sri kepada Tempo saat dihubungi Ahad, 3 November 2024. Permohonan perlindungan itu, lanjut Sri, diajukan belum lama ini, saat perkara ini sudah memasuki putusan sela.
Meski demikian, Sri menyebut bahwa LPSK belum memberikan perlindungan secara resmi karena perlu menelaah terlebih dahulu. Hingga saat ini, Sri menuturkan bahwa Supriyani sendiri belum mengajukan permohonan perlindungan ke LPSK. “Untuk Supriyani langsung belum ada pengajuan ke LPSK,” ujar dia.
Komisioner LPSK, Susilaningtias menyatakan bahwa tim mereka akan turun ke lokasi minggu depan untuk melakukan investigasi lebih lanjut. “Tim LPSK akan turun minggu depan,” ujarnya. Ia juga menyebutkan bahwa proses pengajuan dari saksi sudah berjalan dan akan menunggu hasil investigasi tim. “Saksi-saksi sudah ada yang ajukan ke LPSK. Tunggu hasil investigasi tim kami ya.”
LPSK menegaskan komitmennya dalam melindungi hak prosedural para saksi dan korban yang terlibat dalam kasus ini, sesuai dengan mekanisme yang berlaku. Dalam proses investigasi, mereka akan menelaah permohonan para saksi untuk memberikan mekanisme perlindungan yang akan diberikan dalam kasus ini.
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Andoolo, Konawe Selatan, menolak eksepsi yang diajukan oleh kuasa hukum terdakwa Supriyani, guru honorer yang terjerat kasus dugaan kekerasan terhadap anak didiknya. Keputusan ini disampaikan dalam sidang putusan sela yang berlangsung Selasa, 29 Oktober 2024, dipimpin oleh Kepala Kejaksaan Negeri Konawe Selatan, Ujang Sutisna.
Penasihat hukum terdakwa sebelumnya mengajukan keberatan ihwal dugaan penyidikan yang tidak sesuai prosedur sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Kuasa hukum Supriyani mengklaim adanya pelanggaran kode etik oleh penyidik.
Namun, majelis hakim menyatakan bahwa keberatan tersebut tidak memenuhi ruang lingkup eksepsi. Majelis hakim mengarahkan agar pemeriksaan perkara Nomor: 104/Pid.Sus/2024/PN.Andoolo terus dilanjutkan, dengan menetapkan agenda pemeriksaan saksi anak korban dan dua saksi lainnya dalam sidang tertutup.
Guru honorer bernama Supriyani dilaporkan ke Polsek Baito pada 26 April 2024. Guru di SDN 4 Baito, Desa Wonua Raya, Kecamatan Baito, Kabupaten Konawe Selatan, itu dituduh menghukum muridnya dengan tindak kekerasan.
Upaya mediasi tidak mencapai kesepakatan sehingga penanganan laporan tersebut ditingkatkan ke tahap penyidikan. Polisi menetapkan Supriyani menjadi tersangka pada 3 Juni 2024. Setelah penyidikan rampung, penyidik menyerahkan berkas perkara dan tersangka kepada kejaksaan pada 16 Oktober 2024. Kejaksaan menahan Supriyani dengan alasan untuk mempercepat proses pelimpahan ke pengadilan.
Pilihan Editor: Camat Pendamping Guru Honorer Supriyani Dicopot, Bupati Konsel: Tak Terkait Kasus Itu