TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor (SHB) tidak berhak mengajukan praperadilan. Alasannya, politikus Partai Golkar itu dianggap kabur usai ditetapkan tersangka korupsi oleh KPK.
Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto mengatakan, dalam lanjutan sidang praperadilan yang digelar di PN Jakarta Selatan pada Selasa, 5 November 2024, tim hukum KPK berpedoman pada Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 1 tahun 2018 soal larangan permohonan praperadilan bagi tersangka yang melarikan diri atau dalam status Daftar Pencarian Orang (DPO).
"SHB selaku tersangka secara jelas telah melarikan diri atau kabur, yaitu sejak dilakukan serangkaian tindakan tangkap tangan oleh KPK pada tanggal 6 Oktober 2024," kata Tessa dalam keterangan resminya, Rabu, 6 November 2024.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menyatakan, lembaga antirasuah itu tak melanjutkan pemeriksaan Sahbirin Noor meski sudah ditetapkan tersangka, karena menghormati upaya hukum praperadilan, yang menjadi hak asasi manusia Gubernur Kalsel itu.
Menurut Tessa, dalam sidang praperadilan tersebut tim hukum KPK menyampaikan bahwa sampai saat persidangan ini berlangsung, KPK kesulitan mencari Sahbirin.
"SHB tidak diketahui keberadaannya, meskipun KPK telah melakukan upaya pencarian ke beberapa lokasi," kata Tessa.
Tessa mengatakan, KPK juga telah mengirimkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP), hingga melakukan penggeledahan di beberapa lokasi yang diduga merupakan tempat persembunyiannya, antara lain di kantor, rumah dinas, maupun rumah pribadinya.
"Sampai saat ini SHB tidak dalam status Tahanan," kata Tessa.
Sahbirin yang masih sebagai Gubernur Kalimantan Selatan juga tidak melakukan aktivitas sehari-hari di kantor sebagaimana tugas dan tanggungjawabnya. "Kondisi ini menunjukkan bahwa SHB selaku Tersangka secara jelas telah melarikan diri atau kabur," katanya.
Namun begitu, sampai hari ini, KPK belum secara jelas menyatakan apakah Sahbirin masuk dalam status Daftar Pencarian Orang (DPO) atau tidak.
Nurul Ghufron dalam konferensi pers pada 8 Oktober 2024 baru menyatakan akan memasukkan nama Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor (SHB) dalam daftar pencarian orang atau DPO apabila tidak memenuhi panggilan dari penyidik lembaga antirasuah.
"Nanti kita lakukan terlebih dahulu pemanggilan kalau tidak hadir kita panggil kembali, tidak hadir lagi, maka akan kita DPO-kan," kata Ghufron di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, 8 Oktober 2024.
Penetapan Sahbirin Noor sebagai tersangka ini bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) di Banjabaru soal dugaan pengaturan lelang pengadaan sejumlah proyek di PUPR Kalimantan Selatan.
Dari OTT itu KPK menetapkan tujuh orang tersangka yakni Sahbirin Noor; Kepala Dinas Pekerjan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kalimantan Selatan, Ahmad Solhan (SOL); Kepala Bidang Cipta Karya Dinas PUPR Kalimatan Selatan, Yulianti Erlynah (YUL); Plt Kabag Rumah Tangga Gubernur Kalsel, Agustya Febry Andrean; Bendahara Rumah Tahfidz Darussalam, Ahmad (AMD); dan dua pihak swasta Sugeng Wahyudi (YUD) dan Andi Susanto (AND). Total uang yang dijadikan barang bukti dalam kasus ini yakni senilai Rp 12,11 miliar dan US$ 500 serta beberapa dokumen lainnya.
Pilihan Editor: Satu Tersangka Pelindung Judi Online Tak Lolos Seleksi Pegawai Kominfo, tapi Tetap Dipekerjakan