TEMPO.CO, Jakarta - Metode pemotongan yang tidak jelas haram-halal membuat para pengusaha pemotongan ayam di Jakarta Selatan menolak pindah ke rumah pemotongan unggas yang sudah disediakan pemerintah kota setempat. Total ada lima keberatan para pengusaha tersebut terhadap pemindahan yang ingin dilakukan Februari nanti.
Pemindahan berdasarkan Perda Nomor 4 Tahun 2007 tentang Pengendalian, Pemotongan, dan Peredaran Daging Unggas. Berdasarkan perda yang berperan untuk memutus rantai penyebaran flu burung itu, Suku Dinas Peternakan dan Perikanan Pemerintah Kota Jakarta Selatan akan menutup semua tempat pemotongan ayam milik masyarakat.
Sebagai gantinya, rumah pemotongan unggas seluas seribu meter persegi di kawasan Petukangan Utara telah dibangun dan beroperasi mulai Februari. Pemotongan ayam atau unggas harus pindah ke sana atau ke luar Jakarta.
Tapi sejumlah pengusaha mengungkapkan keberatannya ketika ditemui Sabtu, 21 Januari 2012. Mereka di antaranya mempertanyakan penggunaan mesin semacam oven yang berfungsi membuat ayam mati lemas dengan gas sebelum ayam dipotong.
Dengan metode itu, Ketua Paguyuban Pengusaha Pemotongan Ayam Arela di Cipulir, Mat Lai, berkata, “Petugas tidak akan tahu apakah ayam hanya lemas atau sudah mati.” Menurutnya pula, itu menyiksa hewan. “Padahal, berdasarkan fatwa MUI, tidak boleh menyiksa hewan sebelum memotong,” katanya lagi.
Mat Lai juga mempertanyakan kecukupan areal di tempat baru yang harus menampung 123 pengusaha potong ayam di seluruh Jakarta Selatan dengan jumlah pekerja yang mencapai 500-an orang. Selain itu produk dari rumah potong milik pemerintah ditentukan daging ayam beku. “Selama ini masyarakat lebih memilih ayam segar daripada yang sudah dibekukan,” katanya.
Mat Lai mewakili 22 pengusaha dan 168 pekerja yang tergabung dalam Koperasi Arela. Mereka memproduksi rata-rata 25 ribu ayam potong setiap hari. “Pemindahan bukan solusi terbaik,” kata Mat Lai sambil menambahkan, “Pembinaan mengenai mekanisme pemotongan yang benar sampai pengelolaan usaha potong ayam jauh lebih dibutuhkan.”
SUNDARI