TEMPO.CO, Kupang - Kelasi satu Arifin Siri, 25 tahun, sudah dianggap hilang oleh keluarga kandungnya. Penyebabnya, sejak berumur 11 tahun, Arifin sudah kabur dari rumah. Arifin Siri kabur ke Kupang untuk masuk pesantren tahun 1999 silam. Tapi ia ditolak pesantren. Akibatnya, ia harus tinggal di kamp bersama pengungsi eks Timtim karena tidak memiliki keluarga di ibu kota Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
"Keluarga kandungnya menganggap Arifin telah hilang sejak kecil," kata Julianti Zulkarnaen, kakak angkat Arifin Siri, ketika ditemui Tempo di kediamannya, Selasa, 17 April 2012. Anak ketiga dari lima bersaudara ini akhirnya bertemu seorang teman Ivan Rusminati (sekarang polisi di Polsek Sabu Raijua) yang mengajak Arifin tinggal di kediamannya di Tode Kisar.
Ibu kandung Arifin telah meninggalkan keluarga sejak kecil. Sedangkan ayahnya meninggal dunia saat dia baru masuk sekolah menengah pertama (SMP). Arifin sempat menghadiri pemakaman sang ayah, tapi Arifin memilih kembali ke Kota Kupang dan tinggal bersama ibu angkatnya, Siti Marsudi Zulkarnaen.
Kakak pertama Arifin telah meninggal dunia, sedangkan kakak perempuannya tinggal dan bekerja sebagai tenaga kerja wanita (TKW) di Batam. Dua adiknya masih berada di kampung halamannya, di Kalabahi, Kabupaten Alor. "Adik perempuannya yang bungsu bersekolah di SMEA Kalabahi. Dan, biaya sekolahnya ditanggung oleh Arifin," tutur dia.
Arifin tinggal bersama keluarga ibu Siti sejak tahun 1999 di rumah dinas kepolisian di Kelurahan Tode Kisar. Rumah beratap seng dengan sebagian rumahnya masih berdinding bebak. Rumah dinas itu sudah ditempati Ibu Siti bersama 11 anaknya selama 23 tahun. Ibu Siti mengaku telah menyatu dengan rumah dinas itu, sehingga sulit untuk pindah ke rumah pribadi mereka di Kelurahan Lasikode, Kota Kupang. "Kami diminta menjaga rumah ini, dan kami belum diminta keluar," kata Siti.
Saat ini Siti hanya tinggal bersama seorang anak dan cucu, sedangkan anaknya yang lain telah berumah tangga dan tidak tinggal di tempat itu. Namun anak-anaknya hampir setiap hari mengunjunginya, termasuk Arifin. Bahkan, Arifin pernah menelepon dan berjanji akan pulang pada Juli 2012 ini untuk mengunjungi ibu angkatnya itu. Namun, justru hanya mayat yang dibawa pulang ke rumah itu.
Dia juga berjanji membiayai Siti melaksanakan ibadah haji. "Dia (Arifin) bilang akan pulang kunjung kami. Tapi apa, mayatnya saja yang pulang," kata Ibu Siti sambil meneteskan air mata.
Janji anak yang hilang itu berakhir tragis, setelah dibunuh anggota geng motor di Pademangan, Jakarta Utara, 31 Maret 2012, setelah berusaha melerai pertikaian antara geng motor dan sopir truk. Tapi nahas, Arifin harus meregang nyawa setelah dianiaya dengan cara ditikam hingga menembus jantung dan dipukul di bagian kepala hingga pembuluh darahnya pecah.
YOHANES SEO
Berita terkait :
Cita-cita Pemakaman Korban Geng Motor Terkabul
Kasus Geng Motor, Kawan Kelasi Arifin Diperiksa
Polisi : Tidak Sulit Tangkap Pelaku Geng Motor
Korban Geng Motor Dua Pekan Terakhir
Atasi Geng Motor, Perlukah Ada Satuan Khusus?