TEMPO.CO, Jakarta -- Pasca-penggerebekan pelaku kasus penganiayaan tukang kopi di belakang Apartemen Kedoya Elok, Jakarta Barat, warung-warung di pinggir jalan itu tutup. "Habis ada kasus, sekarang lagi pada tutup dulu," ujar Sarmini, 35 tahun, pedagang kopi di samping apartemen, kepada Tempo, Senin, 16 September 2013.
Pantauan Tempo, di jalan seberang pintu masuk tol Kebon Jeruk tersebut ada dua warung Menurut pria yang sudah setahun berjualan kopi di situ, ada dua warung, satu konter pulsa, dan dua pangkalan ojek. Warung pertama, tepat di sebelah konter pulsa, tampak berdebu tebal. "Biasanya di sini jual es kelapa. Tapi belakangan ini sering enggak jualan," kata tukang ojek sekitar.
Di sebelahnya lagi ada warteg. Tepat di belakang warteg ada rumah bedeng yang jadi lokasi penggerebekan. Ketika Tempo menyambangi, rumah yang bagian dalamnya acak-acakan itu masih dililit garis polisi.
Sarmini bercerita, di ruas jalan itu tidak banyak penjual kopi. Hanya dia, satu orang lagi penjual yang sedang libur, dan Her. Dia dan rekannya berjualan di samping Apartemen Kedoya. Sedangkan Her berjualan 10 meter dari warteg. Dia mengaku tak tahu persis kronologi mulanya kejadian. "Yang saya dengar, awalnya orang-orang item itu beli kopi. Tapi terus si ibu disekap."
Sarmini mengaku tak pernah menjadi korban pemalakan. Sudah setahun ia berjualan kopi dengan sepeda, tetapi selalu berhenti di samping Apartemen Kedoya. "Saya sih enggak pernah," kata dia. Dalam sehari, ayah satu anak ini bisa membawa pulang pendapatan Rp 400 ribu. "Kalau lagi rame." Pembelinya ada pengendara yang kerap kemacetan di ruas jalan itu dan pekerja sekitar apartemen.
Keamanan berjualan, kata Sarmini, didapat karena dia akrab dengan satpam apartemen. Tidak hanya bebas preman, dia pun bebas penertiban Satpol PP. "Satpol PP selalu saya kasih tahu, ini teman saya," Andrian mendukung Sarmini.
Kawasan pintu masuk tol Kebon Jeruk memang banyak dihinggapi pedagang kaki lima. Warung rokok, gerobak gorengan, penjual kopi berjajar tak hanya di sisi ruas jalan samping apartemen, tapi juga seberangnya, ruas jalan menuju kantor RCTI. Kawasan ini jadi tempat nongkrong para tukang ojek dan sopir taksi.
Tak hanya di situ, beberapa PKL juga nyaman dengan median jalan persis di sebelah pintu masuk tol. Pantauan Tempo, di sanalah biasanya penumpang bus-bus AC turun. Namun, ketika ditanya soal premanisme kawasan itu, Kartini, 50 tahun, satu-satunya penjual kopi di sana, bungkam. "Enggak ada bayar-bayaran," katanya datar. Meski, ketika ditanya soal kasus penganiayaan He, si penjual kopi, Kartini mengaku tahu. "Dia yang habis ada kasus itu kan?" ujar dia.
Seperti diberitakan sebelumnya, He, 46 tahun, penjual kopi, menjadi korban kekerasan seksual oleh segerombolan preman. Dia disiksa dan disekap selama tiga hari oleh belasan pemuda.
ATMI PERTIWI
Terhangat:
Tragedi Perempuan Penjual Kopi | Tabrakan Anak Ahmad Dhani | Siapa Bunda Putri
Berita terkait:
Preman Siksa secara Seksual Janda Penjual Kopi
Heroik, Pedagang Perempuan Melawan Preman
Organ Intim Janda Penjual Kopi Diolesi Sambal
Penyiksaan Janda, Komnas Perempuan Surati Jokowi