Nyatanya, pada hari kedua pameran, wartawan Tempo tak menemukan tas sekolah seharga Rp 100 ribu. Papan harga tas berlabel Rp 65 ribu tergantung tanpa barang. ”Stoknya habis. Ada yang jenis ini dan bahannya lebih bagus,” ujar Ali, seorang pedagang, sambil menunjuk tas seharga Rp 185 ribu.
Harga mahal dikeluhkan Dian Ningtyas, pengunjung dari Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Ia mencontohkan harga sepatu Ardiles Rp 150 ribu. ”Di pasar dekat rumah saya hanya Rp 100 ribu,” katanya. ”Sudah saya cek sebelum ke sini.”
Tomisah, rekan Dian, juga mengeluhkan harga barang kebutuhan sekolah yang mahal. Ia bahkan harus menunggu dua jam agar bisa membawa pulang tas pesanan anaknya lantaran pemindai barang macet. Seorang pedagang memasang pengumuman di depan tokonya soal mesin itu: ”Error lagi coy”.
Meski pemindainya rusak, toko itu tetap dikerubuti pembeli. ”Mau bagaimana lagi? Belanja di sini wajib,” ucap Suharti, warga Kelurahan Cipinang Besar Utara, Jakarta Timur. Sekolah anaknya mengharuskan orang tua berbelanja kebutuhan sekolah di pameran. Ia dan sepuluh tetangganya harus menyewa angkutan kota ke lokasi pameran.
Kewajiban itu paralel dengan saldo di Kartu Jakarta Pintar. Suharti mendengar kabar bahwa uang Rp 500 ribu pada kartu harus dihabiskan karena akan hangus begitu pameran berakhir. ”Tidak akan hangus dan tak wajib membeli di pameran,” kata Sekretaris Perusahaan Bank DKI Zulfarshah. ”Jangan paksakan membeli jika tak membutuhkan.”
LINDA HAIRANI