TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat mengakui pengelolaan aset DKI Jakarta masih lemah. Hal itu terbukti dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang kecolongan dalam pembelian lahan seluas 4,6 hektare di bilangan Cengkareng Barat, Jalan Lingkar Luar Cengkareng, Jakarta Barat.
"Salah satu problem DKI memang pengelolaan aset yang lemah. Sehingga sering terjadi lagi, jeruk makan jeruk. Kulit kita, kita beli sendiri," kata Djarot di Balai Kota, Rabu, 29 Juni 2016.
Jika betul lahan yang baru saja dibeli oleh DKI merupakan milik Dinas Kelautan sejak 1967, Djarot menilai kerugian Pemprov DKI besarnya sama dengan total harga lahan. "Makanya saya sampaikan bahwa kerugian ini lebih dari (pembelian lahan) Sumber Waras. Karena ini betul-betul total loss," ujarnya.
Djarot mengatakan masalah ini harus ditelusuri sungguh-sungguh. Jika dalam pembelian lahan ada unsur penipuan, Djarot menegaskan, kasus tersebut harus dibawa ke ranah pidana umum. "Punya kita (DKI) masa kita beli sendiri. Jadi harus ditelusuri," tuturnya.
Menurut Djarot, seluruh peran dan fungsi Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) sudah kacau sejak dulu. Bahkan, kata dia, banyak Satuan Kerja Dan Perangkat Daerah (SKPD) yang tidak bisa mengelola aset. "Tidak hanya BPKAD. Ini kelemahan kami semua. Karena itu kan melekat di masing-masing SKPD. Kadang-kadang enggak dilaporkan," ucap Djarot.
Lemahnya fungsi BPKAD saat itu, kata Djarot, terjadi akibat Pemprov DKI Jakarta belum mempunyai sistem yang baik. Sehingga pembenahan aset kali ini dibuat menggunakan pencatatan aset sistem elektronik, program e-asset. "Kami kumpulkan dan sudah mulai ada pembenahan terus-menerus. Bukan hanya SKPD, melainkan BUMD yang juga aset pemerintah daerah yang dititipkan di sana," ucap Djarot.
Ia khawatir, jika Badan Usaha Milik Negara tidak ikut mencatat asetnya, aset tersebut turut hilang. Hal tersebut bisa dilakukan oleh pihak tak bertanggung jawab untuk menutupi kinerja yang buruk, lalu menjual aset supaya mendapat keuntungan tinggi.
LARISSA HUDA