TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Daerah Provinsi DKI Jakarta Saefullah digadang-gadang mendampingi Sandiaga Uno maju dalam pilkada DKI 2017. Ketua Partai Gerindra Jakarta M. Taufik sudah menyebut pasangan tersebut.
Mengetahui hal itu, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok langsung menyerang Saefullah. "Bila Saefullah jadi maju pilkada, keborokannya turut dibongkar," kata Ahok di Balai Kota DKI, Kamis, 18 Agustus 2016.
Menurut Ahok, selama ini Saefullah melakukan berbagai hal untuk menentangnya. Misalnya saat melantik pejabat setingkat lurah dan camat pada November 2015. Ahok terkejut melihat jumlah calon lurah dan camat yang dilantik tidak sesuai dengan daftar nama yang dipegang.
"Kamu kira Sekda enggak pasang orangnya? Lurah, camat, yang sempat saya cut, ingat enggak? Yang tiba-tiba baju putih semua dilantik itu, loh. Saya langsung potong, kan. Kamu kira (Saefullah) enggak pasang-pasang orang untuk kampanye?" tutur Ahok.
Langkah mbalelo Saefullah lainnya ialah ketika Ahok mengotot menerapkan transaksi non-tunai untuk menghindari transaksi keuangan menjadi lebih jelas dan bisa ditelusuri. Saefullah, kata dia, malah pernah tawar-menawar soal kebijakan itu.
Berikutnya, Ahok mengaitkan Saefullah dengan kasus tender alat uninterruptible power supply (UPS) yang berujung pada pencopotan Lasro Marbun dari Kepala Inspektorat DKI. Menurut dia, Saefullah tahu persis kasus tersebut. "Sekda tahu semua loh kalau tandatangan," ucapnya.
Ahok juga menuding Saefullah memiliki kedekatan khusus dengan Wakil Ketua DPRD DKI M. Taufik terkait dengan pembahasan rancangan peraturan daerah reklamasi Teluk Jakarta. "Sekarang kita bisa baca juga kan Sekda sama Taufik dekat?" tuturnya.
Meski begitu, Ahok mengaku sengaja membiarkan Saefullah dan tidak akan mengusulkan pencopotannya sebagai sekretaris daerah. Hal itu dilakukan supaya boroknya terbongkar. "K urang fair apa lagi? Nah, kenapa saya santai? Dia (Saefullah) mau buka borok apa, apa yang mau dibuka, semua rapat rapim terbuka," ujarnya.
Ahok menduga, Saefullah berpeluang menggerakkan jajaran di bawahnya agar menang pilkada.
Sebab, Saefullah memiliki wewenang untuk menentukan pejabat eselon III dan IV. Bahkan dia menyebut Saefullah pernah melantik para pejabat itu tanpa sepengetahuannya.
"Justru lebih bahaya Sekda," katanya. Meski begitu, Ahok memilih membiarkan tindakan Saefullah. Bukan masalah jika Saefullah membenci Ahok, berkampanye menentang dia, atau menggalang massa.
"Jangan ketahuan saja. Karena sebagai PNS ada sumpah, ada aturan bisa dipecat. Kalau cuma diam-diam galang massa, mau habisin saya, macam-macam, silakan saja," tutur Ahok yang bakal maju lagi dalam pilkada DKI lewat jalur partai politik.
Saefullah membantah tudingan Ahok itu terkait dengan pelantikan lurah dan camat yang dianggap mengandung unsur kampanye. "Coba saja cek lurah dan camat, ada enggak yang saya minta, yang saya gerakkan pilih-pilih saya?" katanya saat ditemui di kantor Pemerintah DKI, Kamis, 18 Agustus 2016.
Saefullah menjelaskan, mutasi pejabat selalu dibahas oleh Badan Pertimbangan Jabatan. Sifatnya pun terbuka. Pelantikan, kata Saefullah, semua dilakukan atas izin Ahok.
Selain itu, dia selalu melapor kepada Kepala Badan Kepegawaian Daerah DKI Agus Suradika ihwal nama-nama yang diusulkan untuk dilantik. "Cek saja sama Pak Agus Suradika. Saya tidak pernah pasang orang," ujarnya.
Pekan lalu, Badan Musyawarah (Bamus) Betawi mendukung Saefullah menjadi bakal calon gubernur atau wakil gubernur. Ketua Bamus Betawi Zainuddin mengatakan Saefullah cocok mewakili etnis Betawi sebagai putra daerah.
Menurut Zaenudin, wajar kalau putra Betawi minta diperhatikan. Sebab, selain karena penduduk asli, populasi suku Betawi saat ini mencapai 27,6 persen atau sekitar 3 juta jiwa. Bamus Betawi berencana mengadakan pertemuan dengan pengurus partai politik dalam waktu dekat.
FRISKI RIANA