TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menepis tuduhan kelompok Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) bahwa dia menyalahgunakan wewenang karena menerima dukungan relawan di Balai Kota pada Senin kemarin. Relawan tersebut "melamar" Ahok dan Djarot Saiful Hidayat agar berduet lagi dalam pemilihan kepala daerah tahun depan.
Menurut Ahok, Balai Kota Jakarta bersifat terbuka bagi siapa pun yang memiliki kepentingan. Terlebih, kata Ahok, kelompok masyarakat yang datang mendukung dirinya itu bukan berasal dari partai. "Sekarang Balai Kota terbuka enggak untuk siapa pun? Orang mau datang masak kami usir," kata Ahok di Balai Kota, Rabu, 31 Agustus 2016.
Menurut Ahok, meski tamu yang datang berasal dari partai politik sekalipun, tidak ada aturan yang melarang mereka tidak boleh datang. Bahkan, kata dia, setiap orang juga boleh datang untuk sekadar melontarkan kritik terhadap kinerja Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
"Orang yang datang kritik saya juga boleh, kan? Yang demo saya juga boleh, kan? Itu orang (ACTA) enggak usah didengerinlah," tutur Ahok.
Sebelumnya, ACTA mengecam sikap Ahok dan Djarot yang menerima dukungan dari relawan Ahok-Djarot di Balai Kota. Relawan tersebut menyerahkan dua roti buaya, kue khas masyarakat Betawi. Roti buaya sering digunakan untuk proses lamaran atau acara pernikahan.
Menurut ACTA, apa yang dilakukan Ahok dan Djarot merupakan kampanye terselubung yang menguntungkan diri sendiri sebagai calon gubernur petahana. ACTA menyatakan hal itu melanggar Pasal 76 ayat 1 huruf d Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
LARISSA HUDA