TEMPO.CO, Bekasi - Nasib 72 pelajar di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 10, Kecamatan Medan Satria, Kota Bekasi, masih belum jelas. Mereka tetap datang ke sekolah namun tidak pernah mendapat materi pelajaran. "Berangkat pagi pulang siang tanpa aktivitas," kata FanniPlonto, orang tua dari salah satu siswa, Rabu, 9 Agustus 2017.
Puluhan siswa itu berasal dari dua rombongan belajar. Mereka seharusnya ditampung di SMA Negeri 10 karena diterima melalui jalurzonasi. Kebijakan tersebut difasilitasiWali Kota BekasiRahmatEffendi. Sebab kewenangan untuk SMA berada di tangan pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Belakangan, pemerintah Jawa Barat tidak mengakui dua rombongan belajar itu. Walhasil, yang dinyatakan sah dan masuk ke data pokok pendidik (Dapodik) SMA Negeri 10 hanya 360. Sedangkan 72 siswa yang masuk belakangan tak ada.
Baca: Soal Polemik Zonasi PPDB Siswa Baru, Mendikbud Muhadjir Menjawab
Karena sudah telanjur diterima, pihak SMA Negeri 10 terpaksa menitipkan 72 pelajar tersebut ke SMK Yaperti, yang berjarak sekitar 500 meter dari sekolah tersebut. Awalnya, guru di SMA Negeri 10 mengajar siswa yang dititipkan di SMK Yaperti. "Hari pertama masih ada kegiatan belajar mengajar, esoknya guru ditarik semua," kata Fanni.
Pemerintah Kota Bekasi memberi solusi untuk memindahkan 72 siswa itu ke sekolah swasta dengan bantuan biaya pendidikan dari pemerintah. Selanjutnya, siswa-siswa itu bisadimasukkan ke sekolah terbuka binaanSMA Negeri 10. "Tapi kami tidak mau, inginnya tetap di SMA 10," kata Fanni.
Alasannya, kata Fanni, orang tua siswa telah membayar uang ke SMA 10 untuk keperluan atribut sekolah. "Saya sudah membayar Rp 400 ribu," katanya. Bahkan, kata dia, ada orang tua yang membayar hingga Rp 800 ribu untuk membeli seragam dan atribut. "Tiba-tiba tidak bisa bersekolah di SMA N 10."
ADI WARSONO