TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak 72 pelajar di SMA Negeri 10, Kecamatan Medan Satria, Kota Bekasi, terkatung-katung. Sebab, status mereka tidak jelas di sekolah tersebut setelah diterima melalui jalur zonasi.
Berdasarkan informasi dihimpun Tempo, ke-72 siswa tersebut berasal dari dua rombongan belajar. Mereka seharusnya ditampung di SMA Negeri 10 karena diterima melalui jalur zonasi. Kebijakan tersebut difasilitasi Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi.
Rupanya, kebijakan tersebut ditolak Jawa Barat. Walhasil, yang dinyatakan sah dan masuk ke data pokok pendidik (Dapodik) SMA Negeri 10 hanya 360. Sedangkan 72 siswa yang masuk belakangan tak ada.
Baca juga: Bekasi Tetapkan Kuota PPDB Sistem Zonasi Sebanyak 60 Persen
Karena sudah telanjur diterima, pihak SMA Negeri 10 terpaksa menitipkan puluhan pelajar tersebut ke SMK Yaperti, yang berjarak sekitar 500 meter dari sekolah tersebut. Awalnya, guru di SMA Negeri 10 mengajar siswa yang dititipkan di SMK Yaperti.
"Tapi hanya pekan pertama, kemudian dihentikan," kata anggota staf bidang kesiswaan SMAN 10, Eko Ariyanto, Selasa, 8 Agustus 2017. Menurut dia, mereka enggan mengajar para siswa itu karena mendapat instruksi dari Dinas Pendidikan Jawa Barat.
Berdasarkan kebijakan dari provinsi, jumlah setiap rombongan belajar tak boleh lebih dari 36. Sedangkan kebijakan dari Wali Kota Bekasi, berdasarkan surat permohonan dari Kementerian Pendidikan, ditambah sampai 40 siswa.
Menurut Eko, kini pihak sekolah bingung karena tidak memiliki kuasa melawan kebijakan provinsi. Jika dipaksakan, sekolah tidak mendapatkan dana operasional sekolah. "Tunjangan sertifikasi guru tidak akan diberikan," katanya.
Baca juga: Sistem Zonasi PPDB Jawa Barat Sesuai Permendikbud
Sekretaris Dinas Pendidikan Kota Bekasi Inayatullah menyatakan pihaknya akan menjembatani persoalan itu. Karena itu, pihaknya berkomunikasi dengan Dinas Pendidikan Jawa Barat dan Gubernur Jawa Barat. "Karena kewenangan ada di provinsi," ucapnya.
Berdasarkan pantauan Tempo, puluhan siswa hanya duduk-duduk di dua ruang kelas milik SMK Yaperti tanpa ada aktivitas kegiatan belajar-mengajar. Hal ini sudah terjadi sejak sebulan lalu. "Datang pagi, pulang siang, di sekolah ngobrol aja," kata Anggi, seorang siswi.
ADI WARSONO