TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat menjawab kritik Guru Besar Emiritus Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Franz Magnis Suseno, yang mengecam wacana penerapan pembatasan sepeda motor melintas di sejumlah ruas jalan utama di Ibu Kota.
Dalam kritiknya, Franz menilai kebijakan pembatasan itu sama dengan kekerasan kepada warga Jakarta yang berada di kelas menengah ke bawah.
Baca: Pembatasan Sepeda Motor di Bundaran HI Belum Final
"Saya menghargai pendapat Pak Magnis. Saya ingat bahwa saya juga suka naik motor, ya. Makanya saya bilang kepada Dishub (Dinas Perhubungan) untuk benar-benar mengkaji secara matang," ujarnya di Balai Kota Jakarta, Kamis, 7 September 2017.
Djarot mengatakan suatu kebijakan tidak boleh diterapkan secara drastis atau tiba-tiba. Djarot pun menyatakan ketidaksetujuan atas perluasan pembatasan sepeda motor hingga merembet ke wilayah lain.
Djarot menuturkan hanya ingin pembatasan kendaraan bermotor diterapkan di Jalan Jenderal Sudirman dan M.H. Thamrin.
"Ini (justru) perluasan maunya drastis. Kalau drastis, enggak boleh. Drastis itu artinya mereka mengajukan mulai pukul 06.00 hingga 22.00," ujarnya.
Simak pula: Dishub DKI Beralasan Pembatasan Motor untuk Mereduksi Kecelakaan
Jika diterapkan secara drastis, kata Djarot, kebijakan tersebut akan membuat pengendara motor yang bekerja di area pembatasan sepeda motor mengalami kesulitan. Karena itu, Djarot meminta Dinas Perhubungan menyediakan banyak opsi bagi pengendara sepeda motor.
Hari ini, Djarot akan menemui Dinas Perhubungan untuk meminta hasil kajian pembatasan sepeda motor.
Djarot menuturkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak pernah melarang sepeda motor, tapi hanya mengatur beberapa ruas jalan. Ia juga tidak setuju pembatasan dilakukan sepanjang hari. "Ini kebijakan yang menurut saya kebablasan, drastis banget. Makanya dikaji opsi-opsinya, baru sehabis itu dievaluasi," ucapnya.
LARISSA HUDA