TEMPO.CO, Jakarta - Perseteruan antara Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah berujung pada ancaman DKI harus kembali pada pagu Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2014. Dalam perseteruan ini, Wakil Gubernur Djarot Saiful Hidayat dinilai dalam posisi tak berdaya.
"Dalam posisi ini, Djarot lebih baik bermain aman dengan diam saja," kata Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia Dodi Ambardi kepada Tempo, Selasa, 24 Maret 2015.
Secara etis, menurut Dodi, tindakan Djarot dinilai tidak populer. "Sebagai wakil Ahok, semestinya dia membela Ahok," ujarnya. Namun, ucap Dodi, kemungkinan besar Djarot memiliki pertimbangan politik yang lebih mengamankan posisinya saat ini.
Menurut Dodi, idealnya, Djarot menjadi penyelaras Ahok, yang bersifat sangat dominan dalam konflik dengan Dewan. "Sifat dominan Ahok perpaduan dari jabatan dia sebagai gubernur yang memang menuntut ketegasan dan kepribadiannya. Sulit bagi Djarot untuk mengimbangi Ahok," tutur Dodi. Hal ini yang membuat Djarot mustahil mengerem Ahok, terlebih Ahok memiliki pertimbangan yang otonom dan mandiri.
Secara politis, kata Dodi, Djarot berada dalam posisi sulit. Sebab, Djarot dibesarkan dan berasal dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, sementara sikap partai tersebut berlawanan dengan Ahok. Dia pasti terpengaruh, bahkan cenderung ikut langgam PDIP.
Menurut Dodi, sikap terbaik saat ini memang diam. Sebab, Djarot hanya memiliki pilihan melawan PDIP atau Ahok. "Api tidak bisa ditemukan dengan air. PDIP ingin ke barat, sementara Ahok ingin ke timur. Kan, susah bagi Djarot," ujarnya.
Dodi menyarankan Djarot tak berlama-lama diam. Djarot ada baiknya diam sampai nanti APBD disahkan, apa pun versinya, kemudian langsung bergerak, bekerja. Ini cara elegan untuk bersikap ketika konflik soal APBD selesai.
DINI PRAMITA