TEMPO.CO, Jakarta - Selama Ramadan, ribuan orang dari segala penjuru menyerbu Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat. Pasar yang menjadi pusat grosir busana dan peralatan rumah tangga ini padat pembeli.
Semestinya, kesibukan melayani pembeli juga dialami oleh Arman, 55 tahun. Amran adalah pedagang kaos yang berjualan di Blok G, Tanah Abang. Namun kenyataannya, tak ada pembeli yang berlalu-lalang dari kios ke kios di Blok G. Tempo juga tak melihat adanya aktivitas tawar-menawar yang khas antara pedagang dengan pembeli, Kamis, 25 Juni 2015.
Arman menuturkan selama sepekan belum ada pengunjung yang membeli kaos-kaos yang ia dagangkan. "Kalau yang menawar ada, tapi enggak dibeli," kata dia. Padahal, menurut pengamatan Tempo, harga kaos yang ditawarkan oleh Arman lebih murah daripada yang dijajakan di blok lain.
Arman mengaku kesal dengan ketidaktegasan pemerintah terhadap para pedagang kaki lima (PKL) yang berjualan di pinggir jalan. Sebab, menurut dia, PKL yang berjejalan di trotoar dan bahu jalan adalah sumber sepinya pelanggan di Blok G. "Coba kalau tidak ada atau itu semua dimasukkan ke dalam, pasti di sini juga jadi ramai," kata dia.
Saat Tempo masuk ke dalam pasar, terlihat beberapa pedagang yang sedang asik bercengkerama. Beberapa pengunjung laki-laki mondar-mandir, tapi tak membeli satu pun barang yang ditawarkan. "Ya cuma gitu aja, tanya terus ditinggal," kata Arman.
Keadaan ini kontras dengan Blok A, B dan F yang sudah disambangi ribuan pembeli, bahkan dari luar kota. Aktivitas pengepakan barang terlihat sangat riuh di halaman lobi Blok A. Puluhan bal atau karung berjajar menanti angkutan. Sekali belanja, pembeli bisa memborong dua hingga sepuluh bal dengan nilai belanjaan hingga Rp 100 juta.
Arman kecewa dengan kondisi sepinya Blok G. Ia menuturkan sudah merugi puluhan juta. Namun ia memperkirakan masih ada harapan kerugian itu dapat ditutup jika pemerintah betul-betul merenovasi gedung ini. "Tapi kalau enggak, ya saya akan pindah," kata dia.
DINI PRAMITA