TEMPO.CO, Jakarta - Senyum tipis Yusril Ihza Mahendra, langsung terlempar begitu keluar dari pintu Stasiun Universitas Indonesia, Jumat 22 April 2016. Puluhan mahasiswa Fakultas Hukum Indonesia, dengan serempak langsung mengatakan "Selamat Datang Prof Yusril ke Kampus Perjuangan."
Dengan menggunakan almamater kuning, Yusril langsung menemui tukang ojek yang mangkal di samping Stasiun UI. "Foto bareng pak!" pinta para tukang ojek ketika Yusril mendatangi mereka.
Mendengar itu, Yusril langsung berbelok dari mahasiswa FHUI, menuju para tukang ojek pangkalan itu. "Pak, jadi calon presiden aja sekalian," ucap satu tukang ojek. Mendengar celotehan itu, Yusril hanya mesem sedikit.
Yusril sengaja menaiki Commuter Line dari Stasiun Manggarai ke Universitas Indonesia, untuk mengikuti dialog kebangsaan "Dari UI untuk Bangsaku" yang diadakan di Depok. "Sekalian melihat persoalan perkeretaapian," kata Yusril. Dia memang kini aktif berkeliling dalam rangka kampanyenya menjadi calon Gubernur DKI Jakarta.
Ia mengaku sudah lama tidak naik kereta. Pengalaman naik kereta sering dilakukan saat masih menempuh perkuliahan di UI, 1976. Ia melihat kondisi kereta api di Indonesia sudah lebih baik. "Sekarang sudah pakai AC. Tapi, pagi sore padat," ucapnya.
Menurutnya, perbaikan transportasi perkeretaapian di Indonesia sudah mendesak. Saat ini pembangunan monorail sudah dimulai, meski sebelumnya sempat tertahan. Hanya saja, kata Yusril, perlu ada pembelokan jalur kereta api. "Sebenarnya kalau rel berada di tengah jalan sangat membantu. Tidak mengganggu lingkungan," ucapnya.
Ia berharap pembangunan stasiun-stasiun tidak diganggu. Bahkan, ia melihat stasiun sebagai warisan budaya. Soalnya, banyak stasiun-stasiun di Asia, yang mempunyai banyak kemiripan. "Bangkok, Manila, Jakarta, stasiunnya ada kemiripan," ucapnya.
IMAM HAMDI