TEMPO.CO, Bekasi - Ratusan miliar rupiah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Jakarta Perubahan 2016 digelontorkan untuk mengelola Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang di Kota Bekasi. Setiap hari 7.000 ton sampah dari Jakarta dibuang ke lokasi ini.
Sejak dua pekan lalu, Pemerintah Provinsi Jakarta mengelola sendiri fasilitas itu setelah memutus kontrak dengan PT Godang Tua Jaya dan PT Navigat Organic Energy Indonesia (NOEI). Kedua perusahaan swasta ini telah mengelola Bantargebang sejak tahun 15 tahun lalu.
Pada Kamis, 4 Agustus 2016, Wakil Gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Dihayat dan Kepala Dinas Kebersihan DKI, Isnawa AdjiIsnawa mengunjungi TPST Bantargebang. "Kami mengusulkan anggaran untuk community development hingga Rp 35 miliar," kata Isnawa.
Menurut dia, dana tersebut disiapkan untuk 18 ribu kepala keluarga di sekitar TPST Bantargebang sebagai bentuk kompensasi bau. Adapun, setiap KK nantinya mendapatkan Rp 500 ribu per tiga bulan. Sedangkan teknis pembayarannya melalui Pemerintah Kota Bekasi dengan melibatkan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM).
Selain itu, pihaknya juga mengusulkan anggaran miliaran rupiah untuk memberikan jaminan kesehatan berupa Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan bagi 6 ribu pemulung di TPST Bantargebang. "Kami juga mengusulkan anggaran gaji pegawai lepas setelah memperkerjakan pegawai eks pengelola lama," kata dia.
Menurut dia, jumlah pegawai eks dari PT Godang Tua Jaya dan PT Navigat Organic Energy Indonesia (NOEI) yang di-take over ke DKI saat ini mencapai 465 orang. Meningkat dari sebelumnya ketika serah terima dengan pengelola lama yang hanya 381 orang. Mereka akan digaji sesuai nilai upah minimum DKI sebesar Rp 3,1 juta. "Kami akan verifikasi lagi secara faktual," ucap Isnawa.
Selain itu, pemerintah mengusulkan anggaran untuk pembelian 30 alat berat berikut bahan bakar minyak, kendaraan pendukung seperti tangki air, gerobak motor, dan truk gendong. "Pengadaan meubeler, ATK (alat tulis kantor) kantor di TPST Batargebang," kata dia.
Isnawa menambahkan, pemerintah juga mengusulkan anggaran untuk pembelian tanah dan pasir batu (sirtu) sebagai cover soil dan sanitary landfill, dan anggaran untuk prasarana dan sarana di TPST Bantargebang.
Wakil Gubernur DKI, Djarot Saiful Hidayat, mengatakan optimis dana usulan tersebut disetujui oleh Badan Anggaran di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI. Sebab, anggaran itu sangat dibutuhkan demi pengelolaan sampah di TPST Bantargebang secara maksimal. "Kami juga sedang membangun ITF di Jakarta," kata dia.
Djarot Saiful Dihayat mengatakan butuh waktu hingga tiga bulan untuk mengelola TPST Bantargebang secara maksimal setelah pemutusan kontrak dengan dua perusahaan swasta. "Pengelolaan baru berjalan dua pekan, wajar jika belum maksimal," katanya.
Berdasarkan data dari Dinas Kebersihan DKI, jumlah alat berat yang difungsikan kini hanya mencapai 22 unit untuk empat titik pembuangan. Yaitu di zona I dua titik, zona III satu titik, dan zona IV satu titik.
Menurut Djarot, kebutuhan alat berat di TPST cukup mendesak agar tidak terjadi antrean truk sampah, karena itu ia meminta agar dinas meminta pinjaman. "Bisa ke Kementrian maupun BUMN (Badan Usaha Milik Negara)," kata Djarot. "Kalau menunggu pengadaan lama."
Selain alat berat, kata dia, kebutuhan yang menjadi prioritas pemerintah ialah tanah urug sebagai cover soil. Soalnya, pengelolaan secara open dumping menimbulkan bau yang menyengat. Karena itu, tanah dibutuhkan untuk menimbun tumpukan sampah untuk meredam bau tak sedap. "Secepatnya harus diusahakan," kata Djarot.
Menurut dia, kebutuhan tersebut cukup mendesak mengingat jumlah sampah yang masuk ke TPST Bantargebang setiap hari mencapai 7.000 ton per hari. Adapun, jumlah truk sampah yang masuk setiap hari mencapai 1.200 unit.
ADI WARSONO