TEMPO.CO, Jakarta - PT KAI Commuter Jabodetabek akan menaikkan tarif kereta rel listrik (KRL) per 1 Oktober 2016, dari sebelumnya Rp 2.000 per 1-25 kilometer pertama menjadi Rp 3.000. Kenaikan ini dipicu naiknya tarif operator berdasarkan peraturan Menteri Perhubungan.
“Selisih pada PSO ini yang akan dibebankan kepada konsumen,” ujar Direktur Lalu Lintas Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Zulfikri saat konferensi pers di Jakarta Railway Center, Kamis, 18 Agustus 2016.
Pada tarif KRL yang berlaku pada 1 Januari-30 September 2016, tarif operator pada 1-25 kilometer pertama adalah Rp 5.000 dengan subsidi pemerintah Rp 3.000, sehingga tarif yang sampai ke konsumen Rp 2.000.
Sedangkan tarif operator pada 10 kilometer berikutnya dan berlaku kelipatan sebesar Rp 2.000 dan mendapat subsidi Rp 1.000, sehingga tarif yang sampai ke konsumen Rp 1.000.
Sedangkan tarif operator pada KRL per 1 Oktober mendatang sebesar Rp 6.250. Setelah mendapat subsidi Rp 3.250, konsumen membayar Rp 3.000 per 1-25 kilometer pertama. Untuk 10 kilometer berikutnya dan berlaku kelipatan, tarif operator yang ditetapkan Rp 2.500 dengan subsidi Rp 1.500 dan tarif yang dibayar konsumen menjadi Rp 1.000.
Dengan begitu, kenaikan tarifnya terjadi Rp 1.000 setiap lintas selama dalam jarak 1-25 kilometer. Bila melebihi, tarif akan bertambah Rp 1.000 untuk 10 kilometer berikutnya dan berlaku kelipatan. “Contoh, dari Bogor ke Depok Baru tarifnya Rp 2.000. Namun per 1 Oktober menjadi Rp 3.000,” katanya.
Hitungan tarif berdasarkan jarak tempuh dimulai pada 1 April 2015. Sebelumnya, tarif didasari jumlah stasiun yang dilewati.
Perhitungan tarif berdasarkan banyaknya stasiun yang dilewati diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 5 Tahun 2014. Mengacu pada aturan itu, misalnya, lintas Bogor-Manggarai bertarif Rp 4.000, sedangkan Tanah Abang-Maja Rp 4.000.
Baca: Tarif KRL Naik, Ini Hitung-hitungan KAI Commuter
Lebih jauh, Zilkifri menerangkan bahwa kenaikan tarif Rp 1.000 ini sebenarnya sudah direncanakan pada akhir 2015. Kenaikan ini, kata dia, juga disebabkan selama dua tahun terakhir tak ada kenaikan tarif dari KRL.
Di sisi lain, ia melanjutkan, kebutuhan biaya infrastruktur juga meningkat. Belum lagi perlu penyesuaian antara tarif dan inflasi. “UMR (upah minimum regional) pun sudah dua kali naik,” tuturnya.
Adapun aturan soal ini tertuang pada Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 35 Tahun 2016 tentang Tarif Angkutan Orang dengan Kereta Api Pelayanan Kelas Ekonomi untuk Melaksanakan Kewajiban Publik (public service obligation/PSO).
Pihak KCJ mengaku telah memiliki cara untuk mensosialisasi kenaikan tarif ini kepada penumpangnya. “Kami punya 71 stasiun dan mulai sore ini akan kami pasang spanduk pengumuman,” ujar Direktur Utama KCJ Muhammad Fadhil.
Spanduk tersebut, kata Fadhil, akan memuat dasar aturan kenaikan tarif. Aturan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 35 Tahun 2016 tentang Tarif Angkutan Orang dengan Kereta Api Pelayanan Kelas Ekonomi untuk Melaksanakan Kewajiban Publik (public service obligation/PSO).
Tujuan pemasangan spanduk itu agar masyarakat tahu alasan kenaikan tarif. “Kalau di setiap stasiun ada spanduk, pasti penumpang akan membacanya,” katanya.
Selain itu, sosialisasi akan dilakukan di dalam kereta dengan segala medium yang ada, misalnya poster dan TV. KCJ juga akan menyerukan tarif baru ini pada semua media sosial yang dimilikinya. “Mudah-mudahan penumpang tahu,” tuturnya.
BAGUS PRASETIYO