TEMPO.CO, Jakarta - Integrasi antara Transjakarta dan angkutan kota (angkot) akan menguntungkan pemilik angkutan dan masyarakat.
"Ini pola angkutan yang baru. Karena itu, kalau ada yang menyatakan konsep ini bisa dirancang oleh seseorang, itu bohong namanya," kata Ketua Koperasi Wahana Kalpika (KWK) La Ode Djeni Hasmar di halaman Balai Kota DKI Jakarta, Senin, 3 April 2017.
La Ode tak menyebut siapa yang dia sebut bohong. Namun sebelumnya sistem integrasi angkot dengan bus Transjakarta ini dianggap menyontek ide program pasangan calon gubernur-wakil gubernur Anies Baswedan-Sandiaga Uno, yang bernama OkOtrip.
Menurut Laode, konsep ini cukup familier setelah pelaksana tugas Gubernur DKI Jakarta, Sumarsono, dan PT Transjakarta mengambil langkah bagaimana menarik persoalan angkutan dari permukiman ke halte Transjakarta. La Ode meyakini program tersebut akan mendapatkan respons baik dari masyarakat.
Baca: Sumarsono: Integrasi dengan Transjakarta Untungkan Angkot KWK
Menurut La Ode, KWK saat ini memiliki 6.000 unit angkot, tapi baru 75 unit yang akan dioperasikan untuk uji coba. Dia menuturkan, kerja sama tersebut juga menguntungkan KWK dan pemerintah. Laode meyakini semua angkot yang dimiliki KWK telah memenuhi syarat yang diajukan Transjakarta.
Direktur Utama PT Transjakarta Budi Kaliwono mengatakan pihaknya telah memiliki daftar yang harus dipenuhi angkot KWK, termasuk syarat keselamatan dan keamanan. Adapun mekanisme pembiayaannya, Transjakarta menyewa angkot yang beroperasi menuju halte Transjakarta.
Budi mengatakan KWK akan mendapat bayaran setiap bulan, yang berasal dari public service obligation (PSO). Transjakarta menyediakan setidaknya Rp 10 miliar setiap bulan untuk 2.000 unit angkot. Adapun sopirnya menjadi tanggung jawab pemilik angkot. "Mereka tidak boleh menagih ulang kepada penumpang yang memiliki kartu pada pukul 05.00-09.00 WIB dan 16.00-20.00 WIB," ujarnya.
Saat ini, Transjakarta telah menyiapkan setidaknya 40 ribu kartu. Penumpang bisa memperoleh dan membelinya di halte Transjakarta.
LARISSA HUDA