TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Organisasi Angkutan Darat DKI Jakarta, Shafruhan Sinungan, mengatakan ada beberapa opsi yang bisa diambil terkait dengan menurunnya harga bahan bakar minyak. Opsi pertama, kata dia, ialah menerapkan tarif batas bawah dan atas.
"Karena harga BBM mengikuti harga minyak dunia, repot juga jika setiap dua minggu terjadi perubahan harga," ujar Shafruhan kepada Tempo, Ahad, 18 Januari 2015.
Menurut dia, dengan menerapkan mekanisme tarif atas dan bawah, perusahaan angkutan umum akan lebih mudah untuk mengatur pengeluaran biaya operasional, misalnya biaya suku cadang.
Setelah naik pada 2014, Presiden Joko Widodo menurunkan harga BBM bulan ini. Harga Premium menjadi Rp 7.600, sedangkan harga solar Rp 7.250. Lalu Jokowi kembali menurunkan harga BBM yang berlaku mulai Senin, 19 Januari 2015. Harga Premiun turun menjadi Rp 6.600 dari harga Rp 7.600 per liter. Sedangkan harga solar turun, dari Rp 7.250 menjadi Rp 6.400 per liter. (baca: Jokowi: Harga BBM Bisa Turun Lagi)
Opsi kedua, kata dia, menetapkan tarif angkutan selama tiga bulan ke depan. Pemberlakuan tarif selama tiga bulan mendatang lebih memberikan kepastian bagi perusahaan transportasi saat kondisi harga BBM naik dan turun.
Opsi ketiga, Shafruhan mengambahkan, menurunkan tarif bus kota non-reguler dan mikrolet sebesar Rp 500. "Tarif mikrolet bisa kami turunkan karena menggunakan Premium yang sudah tidak disubsidi lagi," kata dia. (baca: Harga BBM Turun, Harga Semen dan Elpiji Ikut Turun)
Shafruhan menjelaskan, opsi terakhir yang bisa diambil oleh pemerintah adalah menyerahkan mekanisme penentuan tarif kepada Organda. "Karena pemerintah sudah tak memberikan subsidi, sebaiknya mekanisme pentuan tarif diserahkan kepada Organda," ujarnya.
GANGSAR PARIKESIT