Sidang 6 Aktivis Papua, Pemilik Mobil Komando: Tak Bisa Cari Uang
Reporter
M Julnis Firmansyah
Editor
Dwi Arjanto
Jumat, 13 Maret 2020 15:47 WIB
TEMPO.CO, Jakarta -Siswoyo, pemilik mobil komando yang dipakai 6 orang aktivis Papua saat berdemo di Istana Negara, menceritakan keluh kesahnya saat bersaksi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Jumat siang, 13 Maret 2020.
Dia mengatakan penangkapan 6 aktivis Papua pada awal September 2019 juga disertai penyitaan mobil komandonya oleh polisi.
"Saya ga bisa cari uang," ujar Siswoyo saat di ruang sidang, Jumat, 13 Maret 2020. Dikatakannya penghasilan utamanya selama ini berasal dari penyewaan mobil tersebut. Namun sejak polisi menyitanya, Siswoyo harus memutar otak mendapatkan uang untuk anak dan istrinya.
"Dari pada anak ga makan, saya akhirnya jadi tukang ojek," ujar dia.
Siswoyo menjadi salah satu saksi dalam persidangan dugaan makar oleh 6 orang aktivis Papua itu. Dalam persidangan, Siswoyo ditanya oleh hakim, jaksa, dan kuasa hukum mengenai apa yang ia lihat selama demo berlangsung.
Dalam keterangannya, Siswoyo mengatakan mobil komandonya disewa sebesar Rp 2 juta oleh Ambrosius Mulait. Ia mau menyewakan mobilnya tersebut kepada Ambrosius karena unjuk rasa sudah berizin dan penyewa mau membayar Rp 2 juta. Namun dia kaget setelah mengetahui ada dugaan makar dalam demonstrasi tersebut.
Adapun enam aktivis Papua yang ditangkap polisi karena dugaan melakukan makar, antara lain Paulus Suryanta Ginting, Charles Kossay, Ambrosius Mulait, Isay Wenda, Anes Tabuni dan Arina Elopere. Mereka kini tengah menjalani proses sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Sebelumnya, polisi menangkap 6 aktivis Papua setelah mengibarkan bendera Bintang Kejora saat unjuk rasa di depan Istana Negara, Jakarta Pusat pada Agustus 2019. Sebelum unjuk rasa, terjadi peristiwa pengepungan dan penyerangan asrama Papua di Surabaya pada 16 Agustus 2019.
Para aktivis Papua itu didakwa dengan dua pasal alternatif. Pertama, Pasal 106 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP yang mengatur soal makar. Kedua, Pasal 110 ayat 1 KUHP ihwal permufakatan jahat.