TEMPO.CO, Solo - Tim Kuasa Hukum Gibran Rakabuming Raka buka suara menganggapi putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Solo yang mengabulkan eksepsi atas gugatan senilai Rp 204 triliun yang dilayangkan oleh seorang alumnus Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Ariyono Lestari. Dalam perkara Nomor 283/Pdt.G/2023/PN Skt itu, Gibran selaku tergugat 2.
Selain Gibran, ada Almas Tsaqibbirru yang menjadi tergugat 1 dan turut tergugat Komisi Pemilihan Umum atau KPU. Kuasa hukum Gibran, Faiz Kurniawan, menyatakan menghormati sepenuhnya putusan pengadilan.
"Kami sepenuhnya menghormati putusan tersebut, saya yakin majelis hakim sudah memiliki pertimbangan hukum yang tepat terkait putusan tersebut," ujar Faiz melalui pers rilis yang dikirimkan kepada wartawan di Kota Solo, Jawa Tengah, Sabtu, 24 Februari 2024.
Faiz menyampaikan bahwa putusan atas perkara tersebut dilaksanakan melalui online. Namun, dia mengaku belum mengetahui alasan majelis hakim mengabulkan eksepsi yang diajukan oleh pihaknya karena belum menerima salinan putusan itu.
"Dalam putusannya majelis hakim menyatakan mengabulkan eksepsi kami, terkait Pengadilan Negeri Solo tidak berwenang mengadili perkara tersebut. Alasannya apa kami belum bisa menjelaskan karena kami belum menerima salinan keputusan tersebut.
Dia menjelaskan eksepsi yang diajukan kepada Majelis Hakim di Exceptie Van Onbeveogheid/Eksepsi Kompetensi Absolut bahwa PN Solo tidak berwenang karena subtansi gugatan di antaranya terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Sebab menurut Pasal 24 UUD 1945 dan UU Nomor 48 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman telah membagi judicial power terdiri dari lingkungan; peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, peradilan tata usaha negara dan mahkamah konstitusi.
"Jelas dalam pasal 24 UUD 1945 dan UU Nomor 48 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman telah membagi judicial power terdiri dari lingkungan; peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, peradilan tata usaha negara dan mahkamah konstitusi. Setiap lingkungan peradilan memiliki yurisdiksi yang tidak boleh bertabrakan dan/atau dilanggar oleh yang lain," ungkap dia.
Faiz menjelaskan penggugat juga salah dalam melakukan pencampuran sengketa pemilu dalam petitumnya. Jika itu menyentuh putusan tata usaha negara pemilu, kata dia, haruslah diajukan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara atau PTUN dan sebelumnya harus melalui upaya administratif di Badan Pengawan Pemilihan Umum (Bawaslu). "Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam UU Pemilu," katanya.
Sebelumnya Majelis Hakim PN Solo pada Kamis, 22 Februari 2024 lalu telah melakukan putusan terhadap gugatan yang diajukan Ariyono Lestari dengan nomor perkara 283/Pdt.G/2023?PN SKt. dalam gugatannya Ariyono menggugat Almas Tsaqibbirru sebagai tergugat I, Gibran Rakabuming Raka sebagai tergugat II dan KPU sebagai turut tergugat.
Ada tiga poin putusan tersebut. Pertama, mengabulkan eksepsi tergugat 2 dan turut tergugat; kedua, menyatakan Pengadilan Negeri Solo tidak berwenang mengadili perkara gugatan Nomor 283/Pdt.G/2023/PN Skt; dan ketiga, menghukum penggugat untuk membayar biaya perkara yang timbul sejumlah Rp 371 ribu.
Pilihan Editor: Rektor Dilaporkan Dugaan Kekerasan Seksual, Ini Jawaban Universitas Pancasila