Anak Susah Belajar Online Dibunuh Ibu, KPAI: Ingat Kebutuhan Anak Saat Pandemi
Reporter
Non Koresponden
Editor
Dwi Arjanto
Rabu, 16 September 2020 18:21 WIB
TEMPO.CO, Jakarta -Wakil Ketua KPAI sekaligus Komisioner Bidang Keluarga dan Pengasuhan Alternatif Rita Pranawati menyampaikan keprihatinan atas kasus pembunuhan anak di Bendungan Hilir, Jakarta oleh kedua orangtuanya karena anak itu susah belajar online.
Diketahui sang ibu Lia Handayani dan ayah Imam Safi’e menganiaya putri mereka, berinisial KS usia 8 tahun karena dia kesulitan mengikuti proses belajar online atau daring.
Rita menyatakan pihaknya prihatin akan terjadinya insiden tersebut. “Kasus ini menjadi pengingat bagi seluruh orang tua khususnya dan penyelenggara pendidikan umumnya untuk mengedepankan kepentingan terbaik bagi anak-anak selama menjalani proses Belajar Dari Rumah (BDR). Anak-anak mengalami kebosanan yang luar biasa selama pandemi COVID-19, sehingga anak perlu didampingi dan dibantu oleh orang tua agar dapat menjalani proses pendidikan dan tumbuh kembang dengan baik,” katanya lewat keterangan tertulis Rabu, 16 September 2020.
Menurutnya KPAI sedang berkoordinasi dengan Kanit PPA Polres Lebak tentang proses penegakan hukum kasus ini, juga dengan P2TP2A Kabupaten Lebak tentang pendampingan untuk saudara kembar KS.
Baca juga : Pembunuhan Anak di Benhil, Polisi: Ibu Kanding Pukuli Anak karena Susah Belajar Online
Diketahui KS baru saja memasuki kelas 1 SD setelah menuntaskan tingkat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Menurut Rita, anak usia tersebut membutuhkan proses adaptasi tentang perbedaan jenjang yang dialami, baik dari sisi sosial seperti pergantian teman dan guru maupun sisi akademik seperti sistem belajar yang lebih terstruktur.
Sehingga, menurutnya orang tua tidak dapat memaksakan kehendak pribadi, dan sebaiknya berkomunikasi dengan guru apabila baik anak maupun orang tua mengalami kesulitan pembelajaran daring.
Ia juga mencatut data survei lembaganya tahun ini, menyatakan hanya sebanyak 38,8% orang tua yang mendapatkan informasi tentang pengasuhan. Minimnya angka tersebut, menurutnya, membuktikan masih banyak orang tua merasa anak dapat diperlakukan bagaimana saja sesuai keinginan orang tua. “Padahal orang tua harusnya memahami perlindungan anak, hak-haknya, serta memahami fase tumbuh kembang anak.”
<!--more-->
Survei KPAI lainnya juga mencatat bahwa pengasuhan dan pendampingan anak yang seharusnya menjadi tanggung jawab kedua orang tua alih-alih dominan dibebankan kepada sang ibu. Pihaknya mendorong keterlibatan ayah dalam pengasuhan karena akan menimbulkan kelekatan yang baik dalam diri anak. Sinergi kedua orang tua tersebut menurutnya, juga akan menjaga kondisi mental keluarga agar tetap baik.
Rita juga menduga Lia dan Imam merupakan pasangan hasil perkawinan usia anak atau dini.
Menurutnya KPAI mendorong perhatian khusus pada keluarga yang melakukan pernikahan dini tersebut agar mendapat pendampingan tertentu dalam menjalankan rumah tangganya terutama oleh KUA maupun PUSPAGA. “Hal ini penting agar perkawinannya berjalan dengan baik, serta jika memiliki anak akan memberikan pengasuhan yang berperspektif perlindungan anak,” kata Rita.
Kasus berawal dari Lia yang memukul KS hingga 5 kali karena pelaku merasa kesal anaknya sulit belajar daring. Melihat KS terjatuh tak bernyawa ke lantai, Lia panik dan mengajak suaminya Imam untuk berziarah ke makam neneknya di Lebak, Banten pada Rabu, 26 Agustus 2020.
Sembari memboncengkan adik kembarnya, pasangan tersebut membawa KS di dalam kardus dan diam-diam menguburkan jasad putri mereka di TPU Desa Cipalabuh. Tindakan mereka diketahui warga yang curiga atas kuburan tersebut, seperti dilaporkan Kasat Reskrim Polres Lebak Ajun Komisaris David Adhi Kusuma pada Senin, 14 September 2020.
WINTANG WARASTRI | DA