Bendesa Adat Peras Pengusaha yang Mau Investasi Kejati Bali: Baru Pertama Kali Terungkap
Reporter
Adil Al Hasan
Editor
Iqbal Muhtarom
Jumat, 3 Mei 2024 16:01 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Tinggi atau Kejati Bali mengungkap praktik pemerasan oleh Bendesa Adat Berawa, Badung, terhadap seorang pengusaha yang akan berinvestasi di kawasan tersebut. Bendesa Adat Berawa berinisial KR diduga memungut Rp 10 miliar sebagai uang pelicin dari pengusaha yang meminta rekomendasi izin investasi.
“Kasus seperti ini ini baru pertama kali terungkap. Setelah mendapat laporan, tim bergerak cepat” kata Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Bali, Putu Agus Eka Sabana, saat dihubungi pada Jumat, 3 Mei 2024.
Kejati Bali menangkap KR bersama seorang pengusaha berinisial AN dan dua koleganya saat bertransaksi di Resto Casa Eatery, Jalan Raya Puputan, Renon-Denpasar Timur, Bali. Operasi Tangkap Tangan itu juga menyita barang bukti berupa kantong berwarna kuning berisi amplop dengan uang Rp 100 juta di dalamnya, mobil Toyota Fortuner, dan dua buah ponsel.
Bendesa Adat merupakan sosok yang krusial karena menjadi penentu lolosnya sebuah izin investasi di kawasan desa wisata dan adat. Dalam proses perizinan, Putu Agus menyebut calon investor mesti mendapat rekomendasi dari Bendesa Adat setempat agar bisa menjalankan kegiatan investasi, seperti mendirikan villa, hotel, dan jenis kegiatan lain. Rekomendasi ini nantinya menjadi modal bagi investor untuk mengajukan perizinan ke pemerintah daerah, notaris, mengurus Amdal, dan persyaratan lain.
Dalam kasus ini, Putu Agus menyebut KR meminta uang pelicin sebesar Rp 10 miliar kepada AN agar rekomendasi itu keluar. AN diduga dua kali menyerahkan uang kepada KR. Pertama uang sebesar Rp 50 juta, kedua sebesar Rp 100 juta,
Tanpa rekomendasi dari Bendesa Adat, pemerintah daerah tak bisa memproses perizinan kegiatan investasi di Pulau Dewata itu. “Di sini krusialnya. Setiap desa menjadi kewenangannya (Bendesa Adat),” kata dia.
Selain itu, Putu Agus menyebut posisi Bendesa Adat sebenarnya setara dengan kepala desa. Hanya saja, Bendesa Adat merupakan sosok yang dituakan dan dipercaya masyarakat setempat untuk mengurusi hak dan kewajiban adat, sedangkan kepala desa hanya mengurusi desa secara formal kenegaraan. Namun, kedua jabatan itu sama-sama mendapat tunjangan dan gaji dari pemerintah provinsi Bali.
Putu Agus menyebut praktik lancung dengan mengakali perizinan seperti ini bisa merusak desa adat dan iklim investasi di Bali. “Setiap desa itu ada daerah suci yang harus dijaga. Kejaksaan ingin menjaga itu supaya tetap memiliki muruah, apalagi kalau investasi di sebelah daerah yang suci,” kata dia.
Usai menangkap empat orang, Putu Agus menyebut Kejati Bali akan mengembangkan kasus ini. Hingga Jumat, 3 Mei 2024, Kejati telah menetapkan satu tersangka dalam kasus ini.
“Empat orang yang diamankan, satu ditetapkan sebagai tersangka,” kata Putu Agus. Namun, ia tak menyebut sosok tersangka itu.
Pilihan Editor: Kejati Bali Lakukan OTT Anggota Bendesa Adat yang Diduga Lakukan Pemerasan Investasi