Sejumlah Kasus Penyiksaan oleh Anggota Polri, dari Kematian Dul Kosim hingga I Wayan Suparta Disekap dan Dianiaya 3 Hari
Reporter
Hendrik Khoirul Muhid
Editor
S. Dian Andryanto
Selasa, 9 Juli 2024 09:07 WIB
4. Afif Maulana, polisi sebut tewas karena jatuh dari jembatan tapi tubuhnya babak belur
Afif Maulana atau AM, 13 tahun, ditemukan tidak bernyawa di bawah Jembatan Kuranji, Padang, Sumatra Barat pada Ahad siang, 9 Juni 2024. Afif meninggal dengan kondisi babak belur: luka lebam di bagian pinggang, punggung, pergelangan tangan, dan siku. Selain itu, pipi kiri membiru dan luka berdarah di kepala.
Warga Kecamatan Lubuk Kilangan itu ditemukan tewas oleh seorang pegawai cafe. Temuan mayat bocah tersebut kemudian dilaporkan ke Polsek Kuranji. Setelah pengecekan di tempat kejadian perkara atau TKP, kemudian diketahui mayat tersebut adalah Afif .
Dari hasil penyelidikan, Afif disebut ikut dalam rombongan konvoi pada Ahad dini hari. Rombongan itu melintasi Jembatan Kuranji dan terlihat membawa berbagai macam senjata tajam. Tim Samapta Bhayangkara atau Sabhara Polda Sumbar, tim khusus pencegahan dan antisipasi aksi tawuran, kemudian mengamankan rombongan konvoi itu.
Tim Sabhara lalu mengamankan 18 orang ke Polsek Kuranji. Satu di antaranya ditahan sedangkan yang lainnya dipulangkan. Namun, Wakil Kepala Polres Kota Padang, AKBP Rully Indra Wijayanto, mengatakan tidak ada yang namanya Afif yang ikut diamankan. Nama Afif baru diketahui setelah penemuan mayat pada Ahad siang itu.
Kapolda Sumbar Irjen Suharyono mengatakan korban meninggal karena melompat dari Jembatan Kuranji. Bocah tersebut memutuskan terjun dari ketinggian 12 meter demi lolos dari penangkapan Tim Sabhara. Kesimpulan itu berdasarkan kesaksian rekan yang membonceng korban. Saksi mengaku sempat diajak korban untuk melompat ke bawah jembatan tersebut.
Sementara itu, Direktur LBH Padang, Indira Suryani menduga, berdasarkan investigasi pihaknya, Afif tewas karena mendapat penyiksaan polisi. Hasil investigasi tersebut kemudian diunggah di media sosial Instagram, @lbh_padang dan menjadi viral. Indira menjelaskan investigasi dilakukan dengan cara bertanya kepada saksi kunci yang merupakan teman korban.
Korban dan saksi yang tengah mengendarai motor tersebut lalu dihampiri polisi yang sedang melakukan patroli. Tiba-tiba polisi menendang kendaraan mereka dan membuat Afif terlempar ke pinggir jalan. Ketika itu, kata A kepada LBH Padang, jarak dirinya sekitar 2 meter dari Afif. Saksi diamankan ke Polsek Kuranji. Ia sempat melihat korban dikerumuni oleh polisi.P
Kemudian, sekitar pukul 11.55 pada 9 Juni 2024, Afif ditemukan meninggal dunia dengan luka lebam di bagian pinggang, punggung, pergelangan tangan, dan siku. Sementara itu, pipi kiri membiru dan luka yang mengeluarkan darah di bagian kepala.
LBH Padang juga menyatakan menerima laporan dari sejumlah korban lainnya yang mengalami penyiksaan dari anggota polisi. Korban, menurut hasil investigasi itu, mengaku mengalami penyiksaan seperti disundut rokok, dipukul, hingga disetrum.
Berdasarkan foto yang didapatkan Tempo, terdapat 15 titik sulutan rokok di salah satu tubuh korban. Sementara di tubuh korban lainnya terdapat bekas luka seperti pecutan sepanjang 20 sentimeter.
Tapi Suharyono membantah adanya penyiksaan yang dilakukan Anggota Sabhara Polda Sumbar. Dia menyatakan hal itu hanya pelanggaran prosedur. Menurutnya, tindakan anggotanya tersebut belum masuk kategori penyiksaan.
“Saya sudah tanya kepada anggota yang diperiksa, berapa kali dan apa yang mereka lakukan. Mereka menjawab satu kali memukul dan ada yang menjawab menendang. Semuanya sudah tanyai dan anggota kami menjawab dengan jujur,” kata Suharyono.
5. I Wayan Suparta disiksa hingga gendang telinga rusak, tapi disebut aniaya ringan
Terbaru, I Wayan Suparta melaporkan bahwa dirinya menjadi korban penculikan, penyiksaan, dan perampasan oleh anggota Polres Klungkung selama tiga hari, dari 26 hingga 28 Mei 2024. Rezky Pratiwi, Direktur LBH Bali yang mendampingi Suparta, menjelaskan kronologis kejadian dugaan penculikan dan penganiayaan tersebut.
Pada malam 26 Mei 2024, sekitar 10 anggota polisi dari Polres Klungkung mendatangi rumah Suparta di Jalan Waribang, Denpasar Timur. Anggota polisi yang berpakaian preman tersebut mendesak agar Suparta segera pulang, meskipun tidak dilengkapi surat tugas.
Setibanya di rumah, Suparta langsung disergap dan dibawa ke pos di depan rumahnya sembari ditanyai mengenai keberadaan mobil Pajero yang diduga digelapkan. Suparta mengaku tidak mengetahui apa-apa tentang mobil tersebut.
Suparta kemudian ditangkap dan disekap selama tiga hari di berbagai tempat non-kantor polisi, tangan diborgol, mata ditutup lakban, dan dianiaya hingga mengalami luka permanen pada gendang telinga sebelah kiri. Suparta juga dipaksa memberikan informasi tentang keberadaan mobil Pajero yang sebenarnya tidak diketahui korban.
Selama interogasi, Suparta mendapatkan tindakan penyiksaan fisik dengan pukulan menggunakan tangan kosong, botol minum berisi air, dan botol bir. “Korban juga diancam ditembak dan dipaksa mengakui perbuatan yang tidak pernah ia lakukan,” kata Rezky.
Soal kejadian yang ia alami itu, telah ia laporkan ke SPKT Polda Bali pada Rabu, 29 Mei 2024. Menurut Suparta, saat melapor ia tanpa didampingi penasihat hukum. Petugas SPKT mengarahkan laporan tersebut ke Pasal 352 KUHP tentang penganiayaan ringan, yang hanya mengancam pelaku dengan hukuman maksimal tiga bulan penjara.
Padahal, Suparta menderita luka pada gendang telinga sebelah kiri hingga cacat permanen dan trauma akibat penyiksaan yang dialaminya. Setelah merasa ada kejanggalan, Suparta meminta bantuan hukum ke Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI-LBH) Bali dan Kontras. Dia mengaku terus diteror oleh polisi pasca pembebasannya pada 28 Mei 2024.
Koalisi Masyarakat Sipil Anti Penyiksaan menilai telah terjadi pelanggaran hak asasi manusia dalam kasus ini. Mereka mendesak Polda Bali untuk memastikan pertanggungjawaban pidana, etik, dan disiplin terhadap semua personel Polres Klungkung yang terlibat, serta mengembalikan barang-barang milik korban yang dirampas secara melawan hukum.
Sebanyak 10 anggota Reserse Mobile (Resmob) Satuan Reserse Kriminal (Sat Reskrim) Polres Klungkung tengah menjalani pemeriksaan oleh Divisi Propam Polda Bali. Pemeriksaan ini dilakukan setelah Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Bali menerima laporan dari seorang warga Klungkung bernama I Wayan Suparta (47 tahun).
Kabid Humas Polda Bali, Kombe Jansen Avitus Panjaitan mengatakan pemeriksaan terhadap 10 anggota Polres Klungkung tersebut masih berlangsung. Menurutnya, selain dugaan pelanggaran etik, ada indikasi keterlibatan para anggota dalam kasus penggelapan mobil yang dilaporkan oleh pelapor.
“Jika terbukti bersalah, mereka akan dijatuhi hukuman sesuai kesalahan yang dilakukan,” kata Kombes Jansen, Ahad, 7 Juli 2024.
Rakyat Indonesia yang hidup di negara hukum ini dituntut untuk mengedepankan asas praduga tak bersalah. Artinya, dilarang menghakimi sebelum terbukti melakukan tindakan pidana. Hal ini bertujuan untuk menghargai hak asasi manusia alias HAM. Namun, dalam praktiknya, para penegak hukumlah yang justru abai terhadap hakikat sakral asas kemanusiaan.
HENDRIK KHOIRUL MUHID | EKA YUDHA SAPUTRA | BAGUS PRIBADI | FAUZI IBRAHIM | JAMAL ABDUN NASHR | AHMAD FAIZ | FAIZ ZAKI
Pilihan Editor: Polisi Terbanyak Melakukan Penyiksaan Disusul Tentara dan Sipir