TEMPO.CO, Jakarta - Migrant Care mencatat, saat ini terdapat puluhan warga Indonesia yang menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan tersandera di Myanmar. Mereka umumnya dipekerjaan sebagai operator untuk menjalankan penipuan secara daring atau online scam. “Migrant Care sudah melakukan pemantauan, bahkan menangani kasus itu sejak pada masa pandemi,” kata Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo, Sabtu, 14 September 2024.
Wahyu menyesalkan sikap pemerintah yang lamban mengantisipasi kasus ini. Bahkan Migrant Care menilai, Kantor Kedutaan Republik Indonesia (KBRI) sejak awal terkesan mengabaikan persoalan tenaga kerja Indonesia yang berada di Myanmar itu. Sehingga, setelah sekarang terakumulasi, penangananya menjadi rumit. “Ini juga erat kaitannya dengan krisis yang terjadi di Myanmar,” kata dia. “Karena lokus dari kejahatan ini ada di triangle negara Mekong, yaitu Kamboja, Laos, dan Myanmar.”
Wahyu menjelaskan, karakteristik korban TPPO ini umumnya adalah orang muda dengan pendidikan relatif tinggi dan dari latar belakang ekonomi yang berkecukupan. "Mereka bisa menjadi sasaran untuk misalnya harus ada tebusan. Ini amatan kami," tuturnya.
Lebih lanjut, Wahyu menekankan pentingnya pendekatan komprehensif dalam menangani kasus ini. "Kondisi yang terjadi di Myanmar ini tidak boleh membuat pihak Indonesia angkat tangan,” ucapnya. Pemerintah harus berperan aktif dalam memastikan situasi aman.
Koordinator Bantuan Hukum Migrant Care, Nur Harsono, menjelaskan bahwa pekerja migran Indonesia yang disekap oleh perusahaan penipuan daring dan judi online di Myanmar merupakan modus sindikat TPPO untuk meminta tebusan.
Oleh karena itu, untuk menjamin keselamatan dan perlindungan kepada para pekerja migran Indonesia, Migrant Care mendesak pemerintah menggunakan semua jalur diplomatik. “Tokoh agama ASEAN, asosiasi parlemen Asean, bahkan keselamatan WNI yang disandera perlu dipertimbangkan opsi dengan jalur militer,” katanya.
Selama WNI bisa keluar karena ditebus oleh keluarga, kata Nur Harsono, citra Indonesia akan semakin lemah di mata Asean dan dunia.
Sebelumnya, video WNI korban TPPO di Myanmar viral di media sosial. Dalam video tersebut, terlihat sejumlah WNI dalam sebuah kamar yang menceritakan bagaimana mereka telah menjadi korban perdagangan orang di Myanmar setelah menerima tawaran pekerjaan di Thailand.
Dalam video berdurasi 2 menit 11 detik itu, mereka bercerita telah disekap dan dipaksa bekerja selama 15 jam sehari hingga mengalami penganiayaan secara fisik seperti dipukul dan disetrum. Tak hanya itu, mereka juga menyatakan tidak mendapatkan makanan yang layak.
Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri, Judha Nugraha, membenarkan video tersebut. Saat ini, kasus TPPO itu sedang ditangani oleh Kemenlu. “Ya, benar. Ada 20 WNI dalam video tersebut” kata Judha saat dikonfirmasi Tempo pada Rabu, 11 September 2024. “Motif ini (penyekapan) masih dalam masa pendalaman. Tapi yang pasti kemungkinan besar mereka melakukan kegiatan scamming.”
DEDE LENI berkontribusi dalam penulisan tulisan ini