Komisi Yudisial Tanggapi Putusan Bebas Gregorius Ronald Tannur oleh PN Surabaya
Reporter
Diva Suukyi Larasati
Editor
Suseno
Kamis, 25 Juli 2024 14:48 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Yudisial (KY) memberi tanggapan atas putusan bebas Pengadilan Negeri Surabaya terhadap terdakwa Gregorius Ronald Tannur, yang sebelumnya dituntut 12 tahun penjara. Putusan ini memicu kontroversi di masyarakat, terutama karena tuntutan jaksa juga mencakup pembayaran restitusi kepada keluarga korban sebesar Rp 263,6 juta atau tambahan hukuman enam bulan penjara jika restitusi tidak dibayarkan. "Vonis bebas ini menimbulkan tanda tanya dan kontroversi di tengah masyarakat, yang mungkin merasa keadilan dicederai," ujar juru bicara KY, Mukti Fajar Nur Dewata, pada Kamis, 25 Juli 2024.
Mukti menyatakan, sejauh ini belum ada laporan resmi yang mempermasalahkan putusan Pengadilan Surabaya tersebut. Namun KY mengambil inisiatif untuk memeriksa putusan tersebut. Pemeriksaan ini bukan untuk menilai substansi putusan pengadilan melainkan untuk menelusuri dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH). "KY sangat mungkin menurunkan tim investigasi untuk mendalami putusan tersebut," kata Mukti.
Ronald Tannur, anak mantan anggota DPR RI dari Fraksi PKB Edward Tannur, divonis bebas oleh Pengadilan Negeri Surabaya dalam kasus pembunuhan kekasihnya, Dini Sera Afrianti. Putusan ini mengejutkan publik mengingat jaksa sebelumnya menuntut hukuman 12 tahun penjara dan restitusi Rp 263,6 juta. Peristiwa tragis ini terjadi pada 3 Oktober 2023, saat Ronald dan Dini berkaraoke dan minum alkohol di Surabaya, yang berakhir dengan penganiayaan fatal.
Ronald ditangkap dan didakwa dengan pasal 351 dan 359 KUHP tentang penganiayaan, yang kemudian diperbarui menjadi pasal 338 KUHP tentang pembunuhan. Namun, proses hukum menghadapi hambatan dengan berkas perkara yang bolak-balik antara polisi dan kejaksaan sebelum dinyatakan lengkap pada Januari 2024.
Sidang perdana Ronald digelar secara daring pada 19 Maret 2024. Setelah beberapa kali penundaan, jaksa akhirnya menuntut hukuman 12 tahun penjara. Namun, pada 24 Juli 2024, majelis hakim memutuskan bahwa Ronald tidak terbukti melakukan tindak pidana yang didakwakan, dan membebaskannya dari semua tuduhan.