Rekam Jejak Johanis Tanak, Petahana Kontroversial yang Lolos Tes Tulis Capim KPK
Reporter
Amelia Rahima Sari
Editor
Febriyan
Minggu, 11 Agustus 2024 15:38 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johanis Tanak masuk ke dalam daftar 40 orang yang dinyatakan lolos tes tertulis calon pimpinan (Capim) lembaga antirasuah itu untuk periode 2024-2029. Johanis merupakan salah satu Capim KPK yang mendapat sorotan peggiat anti korupsi.
Pengumuman nama-nama capim KPK yang lolos tes tulis diumumkan lewat surat nomor 37/PANSEL-KPK/07/202. Dokumen itu dikeluarkan oleh Panitia Seleksi Calon Pimpinan dan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi alias Pansel KPK pada Rabu, 24 Juli 2024.
"Pelamar seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Masa Jabatan Tahun 2024-2029, yang namanya tercantum pada lampiran I pengumuman ini dinyatakan lulus seleksi administrasi," Ketua Pansel KPK Muhammad Yusuf Ateh dalam surat tersebut, dikutip Ahad, 11 Agustus 2024.
Total, ada 230 orang yang mendaftar sebagai capim KPK. Sebanyak 190 orang tersingkir di tes tulis, dan menyisakan 40 calon pimpinan.
Profil Johanis Tanak
Johanis Tanak lahir di Toraja Utara, 23 Maret 1961. Ia menyelesaikan pendidikan sarjana hukum di Universitas Hasanuddin dan magister di Fakultas Hukum Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Iblam. Kemudian, ia menempuh pendidikan S3 atau doktor ilmu hukum di Universitas Airlangga.
Johanis memulai karirnya sebagai pegawai di bidang pidana khusus pada Kejaksaan Agung RI (Kejagung) sejak 1989. Pada 1994, ia diangkat sebagai Kepala Seksi Pidana Umum di Kefamenanu, Nusa Tenggara Timur (NTT). Pada 1997, ia diangkat sebagai kepala seksi Tata Usaha Negara Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Kasi Tun Jamdatun) di Kejagung RI.
Karir Johanis terus naik dengan diangkat sebagai Kepala Kejaksaan Negeri di Karawang, Jawa Barat pada 2008. Enam tahun kemudian, ia diangkat menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah, Palu.
Pada 2015, ia kembali ke Kejaksaan Agung dengan jabatan Direktur Tata Usaha Negara pada Jamdatun. Pada 2019, Johanis diangkat menjadi Direktur B Intelijen pada Jaksa Agung Muda Intelijen atau Jamintel di Kejagung. Setahun kemudian, ia kembali menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi di Jambi.
Karir terakhirnya di Kejagung adalah sebagai Pejabat Fungsional Jaksa pada Jamdatun pada 2021. Selain itu, Johanis juga pernah mengemban beberapa tugas khusus, diantaranya diperbantukan di Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Ia juga pernah ditunjuk sebagai perwakilan Kejagung dalam tim pemberesan BPPN dan sebagai pengajar pada Badan Diklat Kejaksaan RI.
Johanis Tanak baru menjabat sebagai Wakil Ketua KPK pada Oktober 2022. Awalnya dia gugur dalam uji kelayakan dan kepatutan Capim KPK periode 2019-2024 di DPR RI.
Johanis menggantikan Lili Pintauli Siregar yang mengundurkan diri karena skandal dugaan gratifikasi dari PT Pertamina. Lili dituding menerima gratifikasi berupa akomodasi dan tiket menonton MotoGP Mandalika dari perusahaan plat merah itu. Lili pun mengundurkan diri sebelum Dewan Pengawas (Dewas) KPK menjatuhkan putusan.
Selanjutnya, kontroversi Johanis Tanak
<!--more-->
Pemilihan Johanis Tanak sebagai pengganti Lili Pintauli Siregar mengundang kritikan sejak awal. Pasalnya, Johanis sempat mengusulkan penggunaan pendekatan restorative justice atau keadilan restoratif dalam tindak pidana korupsi. Usulan itu disampaikan saat dia menjalani uji kelayakan dan kepatutan Capim KPK di DPR RI pada 2022.
Saat itu, Johanis mengusulkan koruptor bisa mendapat jaminan tak diproses secara hukum dengan syarat mengembalikan tiga kali lipat kerugian negara yang disebabkan oleh tindakannya.
Dalam uji kelayakan dan kepatutan pada 2019, Johanis juga mendapatkan kritikan karena sepakat dengan revisi Undang-Undang KPK. Dia saa itu sepakat dengan pembentukan Dewan Pengawas dan pemberian kewenangan untuk menerbitkan Surat Perintah Penghentian Perkara (SP3).
Saat ini, Johanis Tanak menjadi salah satu yang diperbincangkan dalam seleksi capim KPK periode 2024-2029. Salah satu yang menyorotinya adalah Ketua Badan Pengurus Nasional Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Julius Ibrani.
"Ditemukan dugaan pelanggaran ketika (Johanis Tanak) memilih langsung bicara soal pekerjaan izin pertambangan dengan ESDM (Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral). Lalu, dilaporkan etik. Ini kan bermasalah juga," ujar Julius saat dihubungi Tempo, Jumat, 9 Agustus 2024.
Sekitar setahun silam, Johanis memang sempat terjerat kasus dugaan pelanggaran etik. Kendati akhirnya ia diputuskan tak bersalah.
Kasus ini berawal dari percakapan atau chat Johanis Tanak dengan pejabat Kementerian ESDM Muhammad Idris Froyoto Sihite. Percakapan yang berisi 'bisalah kita cari duit' itu sempat viral di media sosial.
Idris Sihite pernah diperiksa KPK pada kasus korupsi tunjangan kinerja (tukin) di lingkungan Dirjen Minerba Kementerian ESDM. Selain itu, Idris sempat terlibat dalam kasus dugaan kebocoran dokumen penyelidikan KPK.
Sementara itu, Johanis Tanak menyatakan chat tersebut terjadi sebelum adanya perintah penyelidikan. Selain itu, ia mengaku tidak tahu Idris sudah menjadi Plh. Direktur Jenderal Mineral dan Batubara atau Dirjen Minerba. Ia mengira Idris masih menjabat sebagai Kepala Biro Hukum Kementerian ESDM.
Majelis Etik Dewas KPK akhirnya memutuskan Johanis Tanak tak bersalah. Anggota Majelis Etik Dewas KPK, Albertina Ho, menyatakan Johanis hanya terbukti secara sah dan meyakinkan tidak memberitahukan kepada sesama pimpinan mengenai komunikasi yang telah dilaksanakan dengan pihak lain.
Bagus Pribadi ikut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.