TEMPO.CO, Jakarta - Kasus perundungan di Binus School, Simprug, Jakarta Selatan, telah mengundang perhatian luas setelah dilaporkan adanya dugaan kekerasan fisik dan pelecehan seksual terhadap salah satu siswa.
Meski sudah ada beberapa langkah hukum yang diambil, kasus ini tetap menjadi sorotan publik karena dugaan keterlibatan pihak berkuasa dan selebriti dalam proses perundungan.
Korban Bully
Korban perundungan yang dikenal dengan inisial RE (16 tahun) adalah siswa SMA di Binus School Simprug. RE dilaporkan mengalami perundungan sejak awal masuk sekolah dan mengalami puncak kekerasan pada 30 dan 31 Januari 2024.
Menurut kuasa hukum RE, Agustinus Nahak, korban telah menjalani visum dan saat ini menunggu hasilnya. Dilansir dari Antara, Agustinus menuduh pelaku perundungan adalah anak dari pejabat dan ketua umum partai politik, yang diduga menggunakan pengaruh orang tua mereka untuk menindas RE.
"Dia (pelaku) mengaku bahwa dia adalah anak daripada pejabat, anak pengusaha hebat, anak daripada ketua partai sehingga mereka minta supaya korban RE tersebut untuk melayani mereka, harus mengikuti mereka, kalau tidak mereka akan melakukan dugaan tindakan baik itu kekerasan maupun secara verbal," kata Agustinus dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 17 September 2024.
RE juga mengungkapkan bahwa pelaku perundungan sering menghina secara verbal dan melakukan pelecehan seksual, seperti yang terjadi pada November 2023.
Kronologi Perundungan
Perundungan yang dialami RE terjadi pada 30 dan 31 Januari 2024 di lingkungan sekolah. Pada tanggal 30 Januari, RE dilaporkan digiring oleh beberapa terlapor ke toilet, di mana terjadi pemukulan. Pada 31 Januari, kasus ini semakin parah dengan tindakan kekerasan yang lebih ekstrem. Korban dan kuasa hukumnya mengklaim bahwa video CCTV dari kejadian tersebut tidak ditampilkan secara utuh, hanya cuplikan-cuplikan yang menguntungkan pihak sekolah dan terlapor.
Pihak sekolah, melalui Hubungan Masyarakat Binus School, mengklaim bahwa kejadian tersebut merupakan perselisihan antar siswa dan tidak ada indikasi perundungan atau pelecehan seksual.
"Sekolah telah melaksanakan investigasi berdasarkan bukti dan saksi, kami menemukan bahwa kejadian tersebut adalah perselisihan antarsiswa," kata Haris Suhendra, perwakilan Binus School.
Namun, keterangan ini bertentangan dengan pernyataan kuasa hukum korban. Sunan Kalijaga, salah satu kuasa hukum RE, menekankan bahwa terdapat bukti-bukti penting yang tidak ditampilkan.
“Kalau CCTV itu jangan cuma (diputar) cuplikan-cuplikan, kasih lihat yang utuh gitu loh,” ujar Sunan.
Kepolisian, yang menangani kasus ini, memastikan bahwa tidak ada intervensi dari pihak manapun. Kasie Humas Polres Metro Jakarta Selatan, AKP Nurma Dewi, menyatakan bahwa pihaknya telah memeriksa 18 saksi dan mengumpulkan bukti-bukti, termasuk video CCTV dan keterangan saksi.
"Untuk kasus yang dilaporkan kita tidak ada intervensi, yang jelas kasus tetap berlanjut," kata Nurma.
Kepolisian juga telah menyita CCTV dari berbagai lokasi di sekolah, termasuk toilet, untuk digunakan sebagai barang bukti. Namun, kontroversi mengenai pemilihan video CCTV yang hanya menunjukkan bagian-bagian tertentu terus berlanjut.
Kasus perundungan di Binus School Simprug ini mengungkapkan permasalahan mendalam mengenai kekerasan di lingkungan sekolah, serta dugaan keterlibatan pihak berkuasa dalam tindakan kekerasan. Penyelidikan lebih lanjut diharapkan dapat mengungkap kebenaran dan memberikan keadilan bagi korban.
PUTRI SAFIRA PITALOKA | DIAN RAHMA FIKA | ANTARANEWS
Pilihan editor: Kuasa Hukum Korban Perundungan Binus School Simprug Keberatan Kasus Ini Disebut Perkelahian