Sederet Pernyataan DPR Soal Dugaan Perundungan di PPDS Undip
Reporter
Antara
Editor
Sapto Yunus
Kamis, 5 September 2024 18:19 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Tengah mulai memeriksa pelapor kasus dugaan perundungan terhadap dokter Aulia Risma Lestari, mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis atau PPDS Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, yang meninggal beberapa waktu lalu.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Tengah Komisaris Besar Polisi Johanson Simamora mengatakan di Semarang pada Kamis, 5 September 2024, setelah membuat berita acara pemeriksaan terhadap pelapor dan saksi-saksi, kasus ini selanjutnya akan dikembangkan.
Aulia Risma, mahasiswi PPDS Fakultas Kedokteran Undip meninggal diduga bunuh diri di tempat kosnya di Jalan Lempongsari, Semarang. Dokter Aulia Risma ditemukan meninggal pada Senin, 12 Agustus 2024. Kematiannya diduga berkaitan dengan perundungan di tempatnya menempuh pendidikan.
Kasus dugaan perundungan tersebut mendapat perhatian dari berbagai kalangan, termasuk dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.
Komisi IX DPR Desak Perbaikan Menyeluruh Sistem PPDS
Komisi IX DPR RI mendesak Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengevaluasi dan memperbaiki secara menyeluruh sistem pendidikan kedokteran di Indonesia, terutama sistem pendidikan dokter spesialis.
“Komisi IX DPR RI mendesak Kemenkes RI untuk melakukan pembenahan menyeluruh dalam sistem pendidikan spesialis," kata Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati yang dikutip dari kanal YouTube TVR Parlemen di Jakarta, Kamis, 5 September 2024.
Dia menyampaikan hal itu menyusul terjadinya kasus dugaan perundungan terhadap peserta PPDS di Undip Semarang. Kurniasih menuturkan, perbaikan terhadap sistem pendidikan dokter spesialis dapat dilakukan melalui penerapan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (UU Kesehatan).
Sebelumnya, anggota Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto telah mencontohkan beberapa pasal soal pendidikan kedokteran yang diatur dalam UU Kesehatan, antara lain Pasal 209 yang mengatur perihal profesi kedokteran dan tenaga kesehatan serta Pasal 220 yang mengatur soal standar kompetensi pendidikan dokter.
Edy juga menyoroti sertifikasi pendidik dalam pendidikan profesi spesialis. Sering kali, kata dia, pendidik pada program spesialis adalah mereka yang mahir di bidang klinis, tetapi tidak dibekali kemampuan sebagai pendidik.
<!--more-->
Menurut dia, pendidik pada program spesialis dari klinis yang tidak memiliki ketrampilan pendidikan akan mengajar sesuai pengalamannya. “Dulu diajari sama seniornya dengan dibentak-bentak, maka ketika jadi pendidik, cara itu yang dilakukan,” kata Edy.
Dia lalu mengusulkan agar pendidik klinis harus memiliki sertifikasi. “Pendidik klinis itu harus punya metode bagaimana membimbing dan mentoring mahasiswanya,” ujarnya.
Kurniasih menambahkan Kemenkes harus segera mengambil langkah konkret dalam mengatasi masalah perundungan di dunia pendidikan kedokteran. “Dan memperbaiki sistem pendidikan kedokteran spesialis secara keseluruhan," ucap politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.
Perundungan PPDS Perlu Penanganan Komprehensif
Adapun Wakil Ketua Komisi IX DPR Emanuel Melkiades Laka Lena mengatakan perundungan dalam PPDS membutuhkan penanganan yang komprehensif.
“Strategi yang penting adalah bagaimana mencari penyelesaian komprehensif dan menyeluruh untuk mencegah agar perundungan tidak lagi terjadi, mulai dari sekolahnya di kampus, kemudian di tempat kerjanya, rumah sakit (RS), baik itu RS pemerintah di pusat atau di suasana yang lain," kata pria yang akrab disapa Melki itu di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa, 3 September 2024.
Politikus Partai Golkar itu menegaskan orang tua juga mesti berperan dalam mencegah perundungan PPDS, termasuk berani melaporkan ke kanal-kanal pengaduan Kemenkes apabila anaknya mengalami perundungan.
“Ini kok orang tua juga menurut saya kenapa tidak memberi tahu. Jadi maksudnya semua ekosistem dalam peristiwa ini masih harus berbenah dan kita cari penyelesaian yang lebih jangka panjang agar permasalahan ini semua bisa beres,” ujar dia.
Melkiades mengatakan perlu ada efek jera pada semua pelaku perundungan. “Perlu ditindak tegas dan diproses hukum dengan setegas-tegasnya,” ucapnya.
Dia pun menekankan pentingnya menciptakan ekosistem di dunia PPDS yang sehat agar para mahasiswa kedokteran dapat bersekolah dengan baik.
“Kita punya pengalaman di Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) atau sekolah kedinasan yang lain, ada kekerasan atau bullying semacamnya dan itu bisa beres," tuturnya.
<!--more-->
Menurut dia, para dosen senior tidak boleh mengabaikan apabila memang terbukti terjadi perundungan. “Mungkin ada pembiaran selama ini, juga dari pihak kampus, kemudian dokter-dokter PPDS itu sendiri anak-anak muda ini, sehingga sekali lagi saya tekankan pentingnya penanganan komprehensif," kata dia.
Organisasi Profesi Kedokteran Harus Jadi Motor Hapus Perundungan
Melkiades menyebutkan organisasi profesi kedokteran harus menjadi motor untuk menghapus perundungan, utamanya yang belakangan marak terjadi pada PPDS.
“Ke depan teman-teman sebagai pengurus organisasi profesi kedokteran, khususnya dokter-dokter spesialis, menurut saya mereka harus mulai membenahi dirinya, mudah-mudahan juga mereka menjadi motor untuk memperbaiki kondisi (perundungan) ini," kata dia.
Menurutnya, pimpinan organisasi profesi kedokteran memiliki peran sangat penting untuk sama-sama bergerak menghapus budaya perundungan di dunia kedokteran.
“Karena salah satu faktor penting adalah bagaimana dokter-dokter senior yang ada di pimpinan organisasi profesi ini, atau para senior yang sangat dihormati ini, mereka juga bergerak untuk mengubah ini," ujar dia.
Dia menegaskan harus ada satu kelompok yang menjadi pionir menghapus perundungan agar kejadian seperti yang dialami oleh dokter Aulia Risma tidak terjadi lagi.
Pilihan editor: Kaesang Akhirnya Muncul di Kantor DPP PSI Menjawab Kebingungan KPK Soal di Mana Anak Jokowi Itu Berada