Sahbirin Noor Belum Dipanggil, KPK Bantah Pilih Kasih
Reporter
Amelia Rahima Sari
Editor
Linda novi trianita
Rabu, 30 Oktober 2024 07:41 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membantah tudingan pilih kasih karena belum memanggil Gubernur Kalimantan Selatan, Sahbirin Noor, meskipun telah ditetapkan sebagai tersangka. Pria berjuluk Paman Birin itu terjerat kasus dugaan suap lelang proyek di Kalimantan Selatan.
"Bahwa ada tudingan (KPK terhadap) saudara SN ini pilih kasih, tebang pilih segala macam, tentunya KPK tidak berpolitik," kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, di Gedung Merah Putih, Kuningan, Jakarta Selatan pada Selasa, 29 Oktober 2024. "Terbukti bahwa yang tersangkutan sudah dilakukan pencekalan, juga sudah ditetapkan sebagai tersangka."
Tessa pun meminta masyarakat menunggu proses penyidikan yang dilakukan penyidik. Ia menuturkan penyidikan perkara dugaan suap lelang proyek di lingkungan pemerintah provinsi atau Pemprov Kalimantan Selatan itu masih berproses sesuai rencana.
"Bahwa kapan yang bersangkutan akan dipanggil sebagai tersangka atau juga ada tindakan lain, tentunya ini dikembalikan kepada penyidik yang berwenang mengatur rencana penyidikan itu sendiri," ujar Tessa.
Sebelumnya pada Ahad, 6 Oktober 2024, KPK melakukan operasi tangkap tangan atau OTT terhadap enam orang di Kalimantan Selatan. OTT itu terkait kasus dugaan korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji oleh penyelenggara negara atau yang mewakilinya di Provinsi Kalimantan Selatan tahun anggaran 2024-2025.
Keenamnya adalah Kepala Dinas Pekerjan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kalimantan Selatan, Ahmad Solhan (SOL); Kepala Bidang Cipta Karya Dinas PUPR Kalimatan Selatan, Yulianti Erlynah (YUL); Plt Kabag Rumah Tangga Gubernur Kalsel, Agustya Febry Andrean; Bendahara Rumah Tahfidz Darussalam, Ahmad (AMD); dan dua pihak swasta Sugeng Wahyudi (YUD) dan Andi Susanto (AND).
Dalam ekspose perkara, 6 Oktober 2024 beberapa jam setelah OTT, pimpinan KPK menetapkan keenamnya plus Sahbirin Noor sebagai tersangka. Sahbirin, Solhan, Yulianti, Ahmad, dan Agustya dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 11, atau Pasal 12B Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sedangkan untuk Sugeng dan Andi, dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam paparannya kepada media pada Selasa, 8 Oktober 2024, mengatakan Ahmad Solhan memerintahkan Yulianti Erlynah mengatur agar hanya perusahaan Sugeng Wahyudi dan Andi Susanto yang bisa mengajukan penawaran di e-katalog. Imbalannya, Sugeng dan Andi wajib memberikan fee sebesar 2,5 persen untuk PPK dan 5 persen untuk Sahbirin Noor.
Keterlibatan Sahbirin Noor yang merupakan paman Andi Syamsuddin Arsyad alias Haji Isam dalam kasus ini juga dibuktikan dengan barang bukti berupa satu kardus berwarna kuning dengan foto wajah Sahbirin Noor yang didalamnya berisi uang Rp 800 juta dari tangan Ahmad, serta dua lembar kertas catatan kecil berwarna kuning bertuliskan “Logistik Paman: 200 juta, Logistik Terdahulu: 100 juta, Logistik BPK: 0,5 persen”.
Tak lama berselang setelah ditetapkan sebagai tersangka suap dan gratifikasi oleh KPK, Sahbirin Noor menggugat praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Perkara itu teregister dengan nomor 105/Pid.Pra/2024/PN JKT.SEL yang didaftarkan pada Kamis, 10 Oktober 2024.
Ade Ridwan Yandwiputra berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Sidang PK Jessica Kumala Wongso, Kuasa Hukum Sebut Rekaman CCTV Diduga Rekayasa