Nama Pengusaha Law Agwan Diduga Terlibat Kasus Mafia Solar yang diusut Rudy Soik
Reporter
Rizki Dewi Ayu
Editor
Linda novi trianita
Jumat, 1 November 2024 08:25 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pengusaha asal Cilacap, Law Agwan, disebut ikut terlibat dalam kasus penimbunan bahan bakar minyak (BBM) di Nusa Tenggara Timur (NTT) yang diselidiki oleh mantan anggota Kepolisian Resor (Polres) Kupang, Inspektur Dua Rudy Soik. Law Agwan diduga memiliki peran penting dalam penimbunan solar bersubsidi.
Dugaan keterlibatan Law Agwan terungkap setelah Direktorat Kepolisian Perairan dan Udara (Polairud) Polda NTT mengamankan kapal penangkap ikan bernama KMN Berkah Melimpah 19 GT 27 pada 9 Oktober 2024. Kapal ini ditangkap saat melakukan operasi ilegal di perairan Tablolong.
Komisaris Besar Irwan Deffi Nasution, Direktur Polairud Polda NTT, mengungkapkan kapal yang dinakhodai oleh Ahmad Sahrani, warga Malang, Jawa Timur itu tidak memiliki surat persetujuan berlayar (SPB) yang sah dan menghindari kewajiban membayar pajak pelayaran. “Anggota telah memberhentikan dan memeriksa kapal KMN Berkah Melimpah 19 GT 27 yang berlayar menuju fishing ground,” ujar Irwan saat dikonfirmasi Tempo pada Selasa, 29 Oktober 2024.
Ahmad diduga melanggar pasal 98 jo Pasal 42 ayat (3) UU tentang Perikanan. Laporan polisi kasus ini nomor LP/A/24/X/2024/DITPOLAIRUD POLDA NTT. Ahmad kemudian diciduk ke dermaga Ditpolairud Polda NTT untuk proses hukum. Polisi juga menetapkan Ahmad sebagai tersangka.
Kapal Milik Law Agwan
Kapal KMN Berkah Melimpah 19 GT 27 yang dinakhodai Ahmad itu diduga milik Law Agwan, pengusaha asal Cilacap, yang namanya tercantum dalam barcode penerima subsidi nelayan NTT. Barcode tersebut digunakan untuk mengklaim BBM bersubsidi. "Betul itu, KMN Berkah Melimpah nomor 19 milik Law Agwan," ucap Rudy Soik saat dikonfirmasi Tempo pada Selasa, 29 Oktober 2024.
Menurut Rudy, para mafia ini memanfaatkan barcode yang seharusnya tidak boleh dipindahtangankan untuk mengambil solar subsidi hingga 4.000 liter per hari dan hanya boleh digunakan untuk kapal penangkap ikan milik si pengusaha "Ini kejahatan niaga," ucap Rudy.
Sejauh ini, kata Rudy Soik, sejumlah petunjuk mulai mengarah kepada Law Agwan yang memiliki posisi penting di PT Samudra Pasifik. Rudy menjelaskan penyelidikan yang ia lakukan bukan semata soal barcode dan penimbunan minyak, tapi karena ada hal besar di balik kelangkaan BBM bersubsidi ini.
Law Agwan, kata dia, diduga merupakan pemain besar dengan 11 kapal, meskipun hanya memiliki 4 barcode. Rudy mengaku telah berkoordinasi Dinas Perikanan dan Kelautan Kupang mengenai pengisian BBM untuk Law Agwan, yang bukan nelayan NTT, tetapi pengusaha besar dari Cilacap, Jawa Tengah.
“Informasi yang kami dapatkan menunjukkan bahwa dia memiliki 11 kapal, tetapi baru 4 barcode yang kami temukan. Mengapa Dinas Perikanan memberikan kuota minyak nelayan kepada seorang pengusaha seperti dia?” ucap Rudy.
“Apakah dia memang nelayan NTT atau sekadar kartel orang kaya? Kami baru dua hari menyelidiki, sudah diminta cooling down," ujarnya.
Selain Law Agwan, Rudy Soik juga menyebut telah menyelidiki keterlibatan residivis kasus serupa, yakni Ahmad Ansar. Ansar diketahui memiliki catatan hitam dalam kasus penyalahgunaan BBM bersubsidi dan pernah ditangkap pada tahun 2022 atas kepemilikan 6.000 liter solar subsidi ilegal. Setelah menjalani hukuman, ia kembali beroperasi di tahun 2024 dengan modus yang sama.
Rudy berujar Anshar mempunyai kedekatan dengan pihak krimsus dan oknum di Propam Polda NTT. "Kami sudah ambil keterangan, dia mengaku memberikan uang Rp 15 juta ke oknum Polda," tuturnya.
Walau Rudy Soik dan timnya tidak menemukan barang bukti di tempat Ahmad Ansar, garis polisi dipasang untuk mengamankan lokasi yang tengah dalam penyelidikan yang berujung pada pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH).
Polda NTT Lanjutkan Penyelidikan
Meski kini Rudy Soik telah dipecat usai menyelidiki kasus mafia solar, namun Polda NTT mengklaim akan melanjutkan penyelidikan. "Tentunya polda termasuk polres jajaran akan melakukan penyelidikan kaitan salah guna BBM yang menjadi prioritas saat ini," ucap Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda NTT Komisaris Besar Ariasandy melalui pesan tertulis pada Tempo, Rabu, 30 Oktober 2024.
Meski begitu, Sandy belum mengungkapkan siapa yang akan menggantikan Rudy Soik sebagai pemimpin dalam penyelidikan ini. Keputusan tersebut masih menunggu arahan dari pihak krimsus.
Dede Leni Mardianti berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: LPSK Masih Menelaah Permohonan Perlindungan Rudy Soik yang Berseteru dengan Polda NTT