TEMPO.CO, Jakarta - Pengusutan kasus ujaran kebencian dengan tersangka Jon Riah Ukur Ginting atau Jonru Ginting di Kepolisian Daerah Metro Jaya dipastikan berlanjut setelah Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak permohonan praperadilan Jonru Ginting, Selasa, 21 November 2017.
Hakim tunggal Lenny Wati Mulasimadhi menolak seluruh petitum dan provisi dalam permohonan praperadilan tersebut. Dalam permohonannya, Jonru meminta penetapan tersangka dan penahanannya tak sah sehingga harus dibatalkan.
"Maka pemohon berada dalam pihak yang kalah. Kepada pemohon diminta membayar biaya praperadilan yang jumlahnya nihil," kata Lenny membacakan putusannya.
Menurut Lenny, penetapan tersangka dan penahanan terhadap Jonru sah secara hukum. Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya telah memenuhi dua alat bukti yang cukup. "Hakim berpendapat penangkapan pemohon (Jonru) telah sesuai dan memenuhi ketentuan hukum."
Jonru Ginting dilaporkan Muannas Alaidid atas tuduhan ujaran kebencian karena mengunggah status di Facebook yang mengandung unsur suku, agama, dan ras. Dalam statusnya, Jonru menulis Indonesia dijajah Belanda dan Jepang pada 1945, tapi pada 2017 dijajah etnis Cina. Muannas diperiksa penyidik pada Senin, 4 September 2017, kemudian Guntur Romli dan Slamet Abidin diperiksa sebagai saksi.
Jonru Ginting ditetapkan sebagai tersangka pada Jumat, 29 September 2017, sekaligus ditahan di Polda Metro Jaya. Polisi menyita sejumlah barang bukti dari rumah Jonru di Jakarta Timur, yakni laptop, flash disk, dan beberapa barang bukti lain.
Lenny juga menilai penyidik telah memeriksa saksi fakta dan ahli yang memenuhi syarat, masing-masing sebanyak empat orang. Penetapan tersangka dan penahanan tersebut sah karena penyidik telah memberitahukan keluarga Jonru atas penangkapan dan penahanan tersebut.
"Berita acara perpanjangan penahanan karena proses penyidikan yang belum selesai juga telah ditandatangani tersangka sebagai alat bukti tidak keberatan," tutur Lenny.
Hakim menolak dalil pengacara Jonru Ginting bahwa pelapor, Muannas Alaidid, tidak memiliki legal standing dalam kasus ini. Pendapat pengacara Jonru bahwa pasal pidana kasus ini merupakan delik aduan sehingga harus benar-benar ada pihak yang dirugikan pun ditolak.
"Laporan polisi tidak harus dari pihak berkepentingan atau dirugikan," ucap Lenny.
Mengenai pendapat pengacara Jonru Ginting tadi, Lenny menyampaikan pandangannya bahwa sudah sangat jelas sehingga tidak perlu lagi ada penafsiran atau pendapat ahli bahwa ketentuan Pasal 27 ayat 3 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden juncto Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik merupakan delik aduan. Sedangkan Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Dewan Pertimbangan Presiden adalah delik biasa, bukan delik aduan.